A. Hukum
internasional sudah lama mengakui bahwa badan atau organisasi internasional
regional dapat pula berperan dalam penyelesaian sengketa internasional secara
damai. Peran badan ini terus berkembang dalam abad ke-20, seiring dengan adanya
kecenderungan masyarakat internasional untuk membentuk badanbadan di lingkup
regionnya.
Peran
organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa ini misalnya
tampak dalam pasal 3 Piagam Organisasi Persatuan Afrika (Organization of
African Unity atau OAU). Pasal 3 ayat (4) Piagam OAU ini menyatakan bahwa salah
satu tujuan dari OAU adalah “peaceful settlement of disputes by negotiation,
mediation, conciliation or arbitration.[1]”
Merrills
berpendapat, penyelesaian sengketa melalui organisasi regional memiliki nilai
lebih (dibandingkan dengan cara penyelesaian sengketa melalui misalnya saja
organisasi multilateral). Penyelesaian secara regional memungkinkan organisasi
regional memberi dorongan, bantuan atau bahkan tekanan kepada para pihak di
region tersebut untuk menyelesaikan sengketanya secara damai[2].
Setelah
LBB bubar, perannya diganti PBB. Piagam PBB tetap mengakui peran badan atau
organisasi internasional regional dalam penyelesaian sengketa. PBB memberi
dasar hukumnya dalam Pasal 33 Piagam. Pasal ini menyebut dengan istilah
"resort to regional agencies or arrangements" ("penyerahan
sengketa kepada badanbadan atau pengaturan regional"). Dalam pasal 33
penyelesaian sengketa melalui cara ini merupakan salah satu cara penyelesaian
sengketa yang diakui resmi oleh hukum internasional
Pengaturan
penyelesaian sengketa melalui badan atau pengaturan regional ini diatur lebih
dalam Bab VIII Piagam (pasal 52-54, di bawah judul "Regional Arrangement").
Pasal 52 yang merupakan pasal terpenting, menyatakan:
1.
"1.
Nothing in the present Charter precludes the existence of regional arrangements
or agencies for dealing with such matters relating to the maintenance of
international peace and security as are appropriate for regional action,
provided that such arrangements or agencies and their activities are consistent
with the Purposes and Principles of the United Nations.
2.
The
Members of the United Nations entering into such arrangements or constituting
such agencies shall make every effort to achieve pacific settlement of local
disputes through such regional arrangements or by such regional agencies before
referring them to the Security Council.
3.
The
Security Council shall encourage the development of pacific settlement of local
disputes through such regional arrangements or by such regional agencies either
on the initiative of the state concerned or by reference from the Security
Council.
4.
This
Article in no way impairs the application of Articles 34 and 35."
Bunyi
ketentuan pasal 52 di atas menunjukkan adanya dua istilah atau pengertian,
yaitu (1) "regional arrangements" dan (2) "regional agencies". Istilah "regional arrangements" mengacu kepada perjanjian (regional)
atau perjanjian multilateral regional. Dalam hal ini, negara-negara di suatu
region tertentu sepakat mengatur hubungan-hubungan mereka dalam bidang
penyelesaian sengketa, tanpa mendirikan suatu lembaga atau badan permanen
(tetap) atau suatu organisasi internasional regional yang memiliki status
sebagai subyek hukum internasional[3].
Istilah
kedua, "Regional Agencies" mengacu kepada suatu organisasi
internasional regional dengan memiliki status sebagai subyek hukum
internasional. Status ini penting untuk melaksanakan fungsinya di dalam pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional, termasuk penyelesaian sengketa
internasional[4].
Istilah "Regional Agencies or Arrangements" dapat juga berarti
perjanjian-perjanjian mengenai suatu hal yang lebih khusus, yakni pembentukan
suatu sistem yang dibentuk oleh beberapa region di dunia guna pembangunan
bidang-bidang khusus dalam hukum internasional, misalnya perlindungan hak asasi
manusia, integrasi ekonomi, kekayaan alam, dsb.[5]"
Ruang
lingkup mengenai obyek sengketa yang dapat diselesaikan oleh badan atau
organisasi internasional regional ini sedikit banyak bergantung kepada
instrumen hukum yang mendasarinya. Instrumen hukum itu sendiri sesungguhnya
sangat bergantung kepada sifat atau karakteristik dari organisasi yang
bersangkutan. Misalnya, letak geografis atau dimana organisasi tersebut berada,
bagaimana badan-badan kelengkapannya, atau apa yang menjadi tugas atau wewenang
organisasi tersebut, termasuk wewenang dalam penyelesaian sengketa
internasional
Misalnya, organisasi
internasional regional yang dibentuk untuk masalah-masalah perdagangan atau
ekonomi akan mengatur dan membatasi dirinya untuk, antara lain, memberi saran
penyelesaian sengketa khusus di bidang perdagangan atau ekonomi. Misalnya, pembentukan
Masyarakat Ekonomi Eropa pada tahun 1957 (European Economic Community), cikal
bakal Uni Eropa. Contoh lainnya, organisasi internasional regional di bidang
militer akan berupaya mendorong kerja sama di bidang militer dan penyelesaian
sengketa. Misalnya organisasi internasional yang dibentuk dalam letak geografis
atau dimana organisasi tersebut itu berada. Contohnya ASEAN yang
didirioklanpada tahun 1967 dan Organisasi Persatuan Afrika (The Organization of African Unity) didirikan
berdasarkan Piagam Addis Abbaba (Addis Abbaba Charter), 23 Mei 1963 yang
merupakan cikal bakal dari Uni Afrika yang didrikan pada tahun 2002
[1] J.G. Merrills, International Dispute Settlement,
Cambridge: Cambridge U.P., 3rd.ed., 1998, hlm. 259.
[3] Office of Legal Affairs, Handbook on the Peaceful Settlement of
Disputes between States, New York: United Nations, 1992, hlm. 81.
[5] Pasal 53 dan 54 Piagam
menunjukkan peran Dewan Keamanan dalam penyelesaian sengketa melalui
badan-badan atau organisasi internasional regional. Dalam hal ini Dewan
Keamanan dapat meminta para pihak untuk menyelesaikan sengketanya melalui
badan-badan atau organisasi internasional regional (setempat) apabila para pihak
menjadi anggota pada organisasi regional tersebut (Pasal 53). Pasal 54
mensyaratkan organisasi regional untuk memberi laporan tentang
kegiatan-kegiatannya di bidang pemeliharaan perdamaian dan keamanan
internasional (G. Malinverni, "The Settlement of Disputes within
International Organization," in: M. Bedjaoui (ed.), International Law: Achievements and Prospects, the Netherlands:
UNESCO, 1991, hlm. 566; Martin Dixon, Textbook
on International Law, United Kingdom: Blackstone, 4th.ed., 2000, hlm. 320
Tidak ada komentar:
Posting Komentar