BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Konsep good governance ini munculnya
karena adanya ketidakpuasan pada kinerja pemerintahan yang selama ini dipercaya
sebagai penyelengggara urusan publik. Pendekatan penyelenggaraan urusan publik
yang bersifat sentralis, non partisifatif serta tidak akomodatif terhadap
kepentingan publik pada rezim-rezim terdahulu, harus diakui telah menumbuhkan
rasa tidak percaya dan bahkan antipati pada rezim yang berkuasa. Menurut
Edelman, hal seperti ini merupakan era anti birokrasi, era anti pemerintah,Penerapan
prinsip-prinsip good governance
sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik untuk meningkatkan kinerja
aparatur negara. Hal ini disebabkan karena pemerintah merancang konsep
prinsip-prinsip good governance untuk
meningkatkan potensi perubahan dalam birokrasi agar mewujudkan pelayanan publik
yang lebih baik, disamping itu juga Masyarakat masih menganggap pelayanan
publik yang dilaksanakan oleh birokrasi pasti cenderung lamban, tidak
profesional, dan biayanya mahal.
Gambaran buruknya birokrasi antara
lain organisasi birokrasi gemuk dan kewenangan antar lembaga yang tumpang
tindih; sistem, metode, dan prosedur kerja belum tertib; pegawai negeri sipil
belum profesional, belum netral dan sejahtera; praktik korupsi, kolusi dan nepotisme
masih mengakar; koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi program belum terarah;
serta disiplin dan etos kerja aparatur negara masih rendah. Pendapat tentang
buruknya semua pelayanan yang dilaksanakan birokrasi menurut Pandji Santosa
merupakan pengaburan makna birokrasi yang berkembang di masyarakat dan terus
berlangsung oleh sikap diam masyarakat[1]. Berbagai kondisi tersebut
mencerminkan bad governance dalam birokrasi di Indonesia
Paradigma tata kelola pemerintahan
telah bergeser dari government ke arah governance yang menekankan pada
kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, sektor swasta,
dan masyarakat madani[2]. Pelayanan publik menjadi
tolok ukur keberhasilan pelaksanaan tugas dan pengukuran kinerja pemerintah
melalui birokrasi.
Menerapkan praktik good governance
dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kapasitas pemerintah, masyarakat
sipil, dan mekanisme pasar. Salah satu pilihan strategis untuk menerapkan good
governance di Indonesia adalah melalui penyelenggaraan pelayanan publik. Ada
beberapa pertimbangan mengapa pelayanan publik menjadi strategis untuk memulai
menerapkan good governance.
Pelayanan publik sebagai penggerak
utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para
pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama
memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga
alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat
mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja
pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga,
dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur
governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang
selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah
dan nyata melalui pelayanan publik
Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan
sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele,
ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit
dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi
ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga
masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara
tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan
publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang
diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga
Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat
birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para
pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama
ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan.
Untuk mengatasi kondisi tersebut perlu
dilakukan upaya perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik yang
berkesinambungan demi mewujudkan pelayanan publik yang prima sebab pelayanan
publik merupakan fungsi utama pemerintah yang wajib diberikan sebaik-baiknya
oleh pejabat publik. Salah satu upaya pemerintah adalah dengan melakukan
penerapan prinsip-prinsip Good Governance, yang diharapkan dapat memenuhi
pelayanan yang prima terhadap masyarakat. Terwujudnya pelayanan publik yang
berkualitas merupakan salah satu ciri Good Governance. Untuk itu, aparatur
Negara diharapkan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif dan
efesien. Diharapkan dengan penerapan Good Governance dapat mengembalikan dan
membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Berdasarkan
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik membahas persoalan tersebut dalam
pembuatan makalah ini penulis beri judul :
“ PENEREPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM KAITANNYA
KEPUASAN MASYARAKAT TERHADAP PELAYANAN PUBLIK”
B. Identifikasi
Masalah
Untuk memberikan arah, penulis
bermaksud membuat suatu perumusan masalah sesuai dengan arah yang menjadi
tujuan dan sasaran penulisan dalam paper ini. Perumusan masalah menurut istilahnya
terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang berarti ringkasan atau kependekan, dan
masalah yang berarti pernyataan yang menunjukkan jarak antara rencana dengan
pelaksanaan, antara harapan dengan kenyataan. Perumusan masalah dalam paper ini
berisikan antara lain :
1.
Bagaimana penerapan prinsip good governance dalam
pelayanan publik?
2.
Bagaimana pengaruh penerapan prinsip-prnsip good
governace dalam pelayana publik kaitannya kepuasan masyarakat
C. Maksud
Dan Tujuan Penilitian
Adapun
tujuan pembuatan Penilitian adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui penerapan prinsip-prinsp good governance
dalam pelayanan publik
2.
Untuk mengetahui pengaruh penerapan prinsip-prnsip good
governace dalam pelayana publik kaitannya kepuasan masyarakat
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam
penulisan paper ini yaitu :
1.
Studi
Kepustakaan Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan
mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2.
Bahan
– bahan yang didapatkan melalui Intenet
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Good Governance
Governance,
yang diterjemahkan menjadi tata pemerintahan, adalah penggunaan
wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara
pada semua tingkat[3]. Tata
pemerintahan mencakup
seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok
masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak
hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan
diantara mereka.
Definisi
lain menyebutkan governance adalah mekanisme pengelolaan sumber daya
ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor negara
dan sektor
non-pemerintah dalam suatu usaha kolektif[4].
Definisi ini mengasumsikan
banyak aktor yang terlibat dimana tidak ada yang sangat dominan yang
menentukan gerak aktor lain. Pesan pertama dari terminologi governance
membantah pemahaman formal tentang bekerjanya institusiinstitusi negara.
Governance mengakui bahwa didalam masyarakat terdapat banyak pusat
pengambilan keputusan yang bekerja pada tingkat yang berbeda
Lembaga Administrasi Negara (2000)
memberikan pengertian Good governance yaitu penyelenggaraan pemerintah negara
yang solid dan bertanggung jawab, serta efesien dan efektif, dengan menjaga kesinergian
interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan
masyarakat
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101
Tahun 2000 prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik terdiri dari:
1.
Profesionalitas, meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara
pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang mudah, cepat, tepat dengan biaya
yang terjangkau.
2.
Akuntabilitas, meningkatkan akuntabilitas para pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat.
3.
Transparansi, menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan
di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4.
Pelayanan prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang
mencakup prosedur yang baik, kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses,
kelengkapan sarana dan prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
5.
Demokrasi dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk
mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,
yang menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung
6.
Efisiensi
dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
7.
Supremasi
hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya penegakkan
hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dan
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Karakteristik
atau prinsip-prinsip yang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dikemukakan oleh
UNDP (1997) yaitu meliputi:
1.
Partisipasi
(Participation): Setiap orang atau warga masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan memiliki hak suara yang sama dalam proses pengambilan keputusan, baik
secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan sesuai dengan kepentingan dan
aspirasinya masing-masing
2.
Akuntabilitas
(Accountability): Para pengambil keputusan dalam sektor publik, swasta dan
masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik,
sebagaimana halnya kepada stakeholders.
3.
Aturan
hukum (Rule of law): Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus
berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh, terutama aturan hukum tentang
hak azasi manusia.
4.
Transparansi
(Transparency): Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran
informasi. Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
5.
Daya
tangkap (Responsiveness): Setiap intuisi dan prosesnya harus diarahkan pada
upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan (stakeholders).
6.
Berorientasi
konsensus (consensus Orientation): Pemerintah yang baik akan bertindak sebagai
penengah bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau
kesempatan yang terbaik bagi kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus
atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan berbagai
kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.
7.
Berkeadilan
(Equity): Pemerintah yang baik akan memberikan kesempatan yang baik terhadap
laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan kualitas
hidupnya.
8.
Efektifitas
dan Efisiensi (Effectifitas and Effeciency): Setiap proses kegiatan dan
kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan
kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya dengan berbagai sumber yang
tersedia.
9.
Visi
Strategis (Strategic Vision): Para pemimpin dan masyarakat memiliki persfektif
yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintah yang baik dan
pembangunan manusia, bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan
tersebut.
B. Pelayanan Publik
Pelayanan
adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi
langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pelanggan[5].
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayana sebagai hal,
cara atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang
dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan orang; mengiyakan, menerima;
menggunakan).
Menurut
Undang-undang No. 25 Tahun 2009, Pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara publik.
Sementara
itu istilah publik berasal dari bahasa inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Kata publik
sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia baku menjadi publik yang
berarti umum, orang banyak, ramai. Padanan kata yang tepat digunakan adalah
praja yang sebenarnya bermakna rakyat sehingga lahir istilah pamong praja yang
berarti pemerintah yang melayani kepentingan seluruh rakyat[6].
Oleh
karena itu pelayanan publik diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang
menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun
hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Lijan
Poltak Sinambela mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan. Pelayanan
publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat pada penyelenggaraan
negara[7].
Negara didirikan oleh publik atau masyarakat tentu saja dengan tujuan agar
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal
ini birokrasi haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal
ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang
sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat.
Tujuan
pelayanan publik adalah memuaskan dan bisa sesuai dengan keinginan masyarakat
atau pelayanan pada umumnya[8].
Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara No 62 tahun 2003 tentang penyelenggaraan pelayanan publik
setidaknya mengandung sendi-sendi :
1.
Kesederhanaan, dalam arti prosedur atau tata cara
pelayanan diselenggarakan secara cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami
dan mudah dilaksanakan.
2.
Kejelasan yang mencakup :
a.Rincian
biaya atau tarif pelayanan publik.
b.Prosedur/tata
cara umum, baik teknis maupun administratif.
3.
Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik harus
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.
Kemudahan akses, yaitu bahwa tempat dan lokasi serta
sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat
memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
5.
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, yakni memberi
pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan
pelayanan dengan ikhlas.
6.
Kelengkapan sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja
dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi
telekomunikasi dan informatika
BAB III
PENGARUH
PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM
PELAYANAN PUBLIK TERHADAP TINGKAT KEPUASAN MASYARAKAT
A. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik.
Upaya untuk menghubungkan
tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik barangkali bukan merupakan
hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep good-governance
(tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public service (pelayanan publik)
tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi
lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya
dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara
jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah.
Secara garis besar, permasalahan
penerapan Good Governance meliputi :
1. reformasi birokrasi belum berjalan
sesuai dengan tuntutan masyarakat;
2. tingginya kompleksitas permasalahan
dalam mencari solusi perbaikan;
3. masih tingginya tingkat penyalahgunaan
wewenang, banyaknya praktek KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja
aparatur;
4. makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi
masyarakat dalam kebijakan publik;
5. meningkatnya tuntutan penerapan
prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik antara lain transparansi,
akuntabilitas dan kualitas kinerja publik serta taat pada hukum;
6. meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan
tanggung jawab, kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;
7. rendahnya kinerja sumberdaya manusia
dan kelembagaan aparatur; sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan
(manajemen) pemerintahan daerah yang belum memadai;
Untuk
mengatasi permasalahan tersebut dalam buku van walt yang berjudul changing public services values mengatakan
bahwa para birokrat bekerja dalam sebuah bermuatan nilai dan lingkungan yang
yang didorong oleh sejumlah nilai. nilai-nilai ini yang menjadi pijakan dalam
segala aktivitas birokrasi saat memberi pelayanan publik.
terkait
dengan pernyataan tersebut ada beberapa nilai yang harus dipegang teguh para
formulator saat mendesain suatu naklumat pelayanan. beberapa nilai yang
dimaksud yakni
1.
kesetaraan
2.
keadilan
3.
keterbukaan
4.
kontinyuitas
dan regualitas
5.
partisipasi
6.
inovasi
dan perbaikan
7.
efesiensi
8.
efektifitas[9]
Dengan
metode tersebut penerapan prinsip good
governance dalam pelayanan publik akan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip
good governance yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2000.
B. Pengaruh
Penerapan Prinsip Good Governance dalam Pelayanan Publik Terhadap Tingkat
Kepuasan masyarakat
Penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good
governance, dalam prosesnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah daerah
berdasarkan pendekatan rule government (legalitas), atau hanya untuk
kepentingan pemeintahan daerah. Paradigma good governance, mengedepankan proses
dan prosedur, dimana dalam proses persiapan, perencanaan, perumusan dan
penyusunan suatu kebijakan senantiasa mengedepankan kebersamaan dan dilakukan
dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Pelibatan
elemen pemangku kepentingan di lingkungan birokrasi sangat penting, karena
merekalah yang memiliki kompetensi untuk mendukung keberhasilan dalam pelaksanaan
kebijakan. Pelibatan masyarakat juga harus dilakukan, dan seharusnya tidak
dilakukan formalitas, penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) tehadap
para pemangku kepentingan dilakukan secara optimal melalui berbagai teknik dan
kegiatan, termasuk di dalam proses perumusan dan penyusunan kebijakan.
Penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen
pemangku kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan
masyarakat. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang
dekat dengan masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance)
dicirikan dengan terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan
dengan esensi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk
memberikan keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat,
dan meningkatkan pelayanan publik.
Beberapa
pertimbangan mengapa pelayanan publik (khususnya dibidang perizinan dan non
perizinan) menjadi strategis, dan menjadi prioritas sebagai kunci masuk untuk
melaksanakan kepemerintahan yang baik di Indonesia. Salah satu pertimbangan
mengapa pelayanan publik menjadi strategis dan prioritas untuk ditangani
adalah, karena dewasa ini penyelenggaraan pelayanan publik sangat buruk dan
signifikan dengan buruknya penyelenggaraan good governance. Dampak pelayanan
publik yang buruk sangat dirasakan oleh warga dan masyarakat luas, sehingga
menimbulkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap kinerja pelayanan
pemerintah. Buruknya pelayanan publik, mengindikasikan kinerja manajemen
pemerintahan yang kurang baik.
Kinerja
manajemen pemerintahan yang buruk, dapat disebabkan berbagai faktor, antara
lain: ketidakpedulian dan rendahnya komitmen top pimpinan, pimpinan manajerial
atas, menengah dan bawah, serta aparatur penyelenggara pemerintahan lainnya
untuk berama-sama mewujudkan tujuan otonomi daerah. Selain itu, kurangnya
komitmen untuk menetapkan dan melaksanakan strategi dan kebijakan meningkatkan
kualitas manajemen kinerja dan kualitas pelayanan publik. Contoh: Banyak
Pemerintah Daerah yang gagal dan/atau tidak optimal melaksanakan kebijakan
pelayanan terpadu satu atap, tetapi banyak yang berhasil menerapkan kebijakan
pelayanan terpadu satu atap seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota solo
yang secara tegas memberlakukan kebijakan tersebut misalnya dalam pembuatan KTP
yang biasanya dalam pengurusan KTP tersebut membutuhkan waktu sekitar dua
minggu, yang dilakukan oleh walikota solo adalah dengan cara mebuat efesien
pelayan pembuatan KTP itu hanya dengan satu jam saja.
Walikota
Solo juga menmbuat semacam kartu jaminan
kesehatan bagi warga miskin yang sudah terdata secara komputerisasi dan
sehingga dalam pelayanan kesehatan tersebut warga di kota Solo tidak lagi harus
membuat surat tanda tidak mampu dari RT maupun kelurahannya karena sudag
terdata secara baik dan benar[10].
Meningkatnya
kualitas pelayanan publik, sangat dipengaruhi oleh kepedulian dan komitmen
pimpinan/top manajer dan aparat penyelenggara pemerintahan untuk
menyelenggarakan kepemerintahan yang baik. Perubahan signifikan pelayanan
publik, akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap
meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah daerah.
Terselenggaranya
pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya kinerja manajemen
pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir yang
berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan
perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.
Tidak
kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk menurunkan
atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di
semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam
pemberian pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan
masyarakat, perbaikan atau peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada
jalur yang benar, memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan
pengembangan investasi dan mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
Paradigma
good governance, dewasa ini merasuk di dalam pikiran sebagian besar stakeholder
pemerintahan di pusat dan daerah, dan menumbuhkan semangat pemerintah daerah
untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja mamajemen pemerintahan daerah, guna
meningkatkan kualitas pelayanan publik. Banyak pemerintah daerah yang telah
mengambil langkah-langkah positif didalam menetapkan kebijakan peningkatan
kualitas pelayanan publik berdasarkan prinsip-prinsip good governance.
Paradigma good governance menjadi
relevan dan menjiwai kebijakan pelayanan publik di era otonomi daerah yang
diarahkan untuk meningkatkan kinerja manajemen pemerintahan, mengubah sikap
mental, perilaku aparat penyelenggara pelayanan serta membangun kepedulian dan
komitmen pimpinan daerah dan aparatnya untuk memperbaiki dan meningkatkan
pelayanan publik yang berkualitas.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, bahwa Penyelenggaraan pemerintahan yang
baik, pada dasarnya menuntut keterlibatan seluruh komponen pemangku
kepentingan, baik di lingkungan birokrasi maupun di lingkungan masyarakat.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik, adalah pemerintah yang dekat dengan
masyarakat dan dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Esensi kepemerintahan yang baik (good governance) dicirikan dengan
terselenggaranya pelayanan publik yang baik, hal ini sejalan dengan esensi
kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan
keleluasaan kepada daerah mengatur dan mengurus masyarakat setempat, dan
meningkatkan pelayanan publik.
Pemerintah perlu menyusun Standar
Pelayanan bagi setiap instansi pemerintahan yang bertugas memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Deregulasi dan Debirokratisasi mutlak harus terus menerus
dilakukan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta perlu dilakukan
evaluasi secara berkala agar pelayanan publik senantiasa memuaskan masyarakat.
Ada lima cara perbaikan di sektor pelayanan publik yang patut dipertimbangkan:
Mempercepat terbentuknya UU Pelayanan Publik, Pembentukan pelayanan publik satu
atap (one stop services), Transparansi biaya pengurusan pelayanan publik,
Membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), dan reformasi pegawai yang
berkecimpung di pelayanan publik.
Terselenggaranya
pelayanan publik yang baik, memberikan indikasi membaiknya kinerja manajemen
pemerintahan, disisi lain menunjukan adanya perubahan pola pikir yang
berpengaruh terhadap perubahan yang lebih baik terhadap sikap mental dan
perilaku aparat pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.
Tidak
kalah pentingnya, pelayanan publik yang baik akan berpengaruh untuk menurunkan
atau mempersempit terjadinya KKN dan pungli yang dewasa ini telah merebak di
semua lini ranah pelayanan publik, serta dapat menghilangkan diskriminasi dalam
pemberian pelayanan. Dalam kontek pembangunan daerah dan kesejahteraan
masyarakat, perbaikan atau peningkatan pelayanan publik yang dilakukan pada
jalur yang benar, memiliki nilai strategis dan bermanfaat bagi peningkatan dan
pengembangan investasi dan mendorong kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
masyarakat luas (masyarakat dan swasta).
DAFTAR
PUSTAKA
A. Buku
L.P. Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi
Aksara, 2010
Pandji Santosa, Administrasi
Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung: PT. Reflika Aditama,
2008
Sampara Lukman, manajemen
Kualitas Pelayanan, jakarta, STIA LAN Press 2000
B Peraturan
perundang-undangan
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 Tentang
pendidikan, pelatihan jabatan pegawai negeri sipil
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan
publik
C. Lain-lain
artikel “Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan
Menunjang Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, dalam buletin informasi Program
Kemitraan untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 2000
jurnal I Made
Sumadana, mewujudkan good governance dalam system pelayanan publik, Widyatana
vol 2 2007 FISIP UNR
Meuthia Ganie-Rochman dalam artikel berjudul “Good
governance : Prinsip, Komponen dan Penerapannya”, yang dimuat dalam buku HAM :
Penyelenggaraan Negara Yang Baik & Masyarakat Warga, (2000), Jakarta :
Komnas HAM
http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2011/05/26/8878/27/Solo-Memang-Beda/
[1]
Pandji Santosa,
Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi Good Governance, Bandung: PT. Reflika
Aditama, 2008 hlm. 1.
[2] Ibid, hlm 130.
[3]
Dikutip dari artikel “Dokumen Kebijakan UNDP : Tata Pemerintahan Menunjang
Pembangunan Manusia Berkelanjutan”, dalam buletin informasi Program Kemitraan
untuk Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 200
[4]
Dikutip Meuthia Ganie-Rochman dalam artikel berjudul “Good governance :
Prinsip, Komponen dan Penerapannya”, yang dimuat dalam buku HAM :
Penyelenggaraan Negara Yang Baik & Masyarakat Warga, (2000), Jakarta :
Komnas HAM
[5]
Sampara Lukman, manajemen Kualitas Pelayanan, jakarta, STIA LAN Press 2000, hlm 8
[6] L.P. Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik, Jakarta, Bumi Aksara, 2010, hlm 5
[8] opcit, L.P Sinambela, Hlm 6
[9] Dikutip
dari jurnal I Made Sumadana, mewujudkan
good governance dalam system pelayanan public fisip UNR
[10] Dikutip dari http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2011/05/26/8878/27/Solo-Memang-Beda/
Apakh didaerh suda menerpkn prinsp good governance menrt kk?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusass,,
BalasHapusboleh minta file lengkapnya ,,judul skripsi saya juga membahas penerapan GGG terhadap pelayanan publik..
mohon bantuannya kak !!
tugAS
BalasHapusKRISTINA
BalasHapusakhirnya paham juga, thanks yooo
BalasHapusthanks a lot :D
BalasHapusMakasih yahh
BalasHapus