1.
Contoh
Kebijakan Publik
Kemacetan
di ibukota DKI Jakarta tidak dapat dihindari, terutama pada titik-titik
persimpangan baik di jalan-jalan protokol hingga di jalan lingkungan. Semakin
hari, kemacetan di Jakarta semakin parah. Menurut sebuah penelitian, kemacetan
tersebut membuat masyarakat Jakarta mengalami kerugian hingga Rp 48 triliun per
tahun (Detik News, 26 Nop 2008). Puncak kemacetan diperkirakan terjadi pada jam
sibuk di pagi hari (sekitar pukul 6.30-9.00 WIB) dan sore hari (sekitar pukul
16.30-19.30 WIB). Kemacetan ini mengakibatkan stres yang tinggi pada pengguna jalan,
meningkatnya polusi udara kota, hingga terganggunya kegiatan bisnis.
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk
mengatasi masalah ini. Mulai dari diberlakukannya program three in one,
pembangunan jalan layang. namun, hasil yang diharapkan tidak dapat terlaksana.
Faktanya, Jakarta tetap menjadi kota dengan transportasi yang buruk. Sampai
pada tingkat dunia, Jakarta menjadi kota paling padat dan macet, setara dengan
kepadatan Kota Tokyo dan Bangkok. Hanya bedanya Kota Tokyo dan Bangkok
mempunyai sistem transportasi yang baik sehingga padatnya kendaraan tidak
menjadikan masalah kemacetan.
Masyarakat
Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta memang tidak terbiasa menggunakan
angkutan umum yang tersedia. Mereka lebih senang menggunakan kendaraan pribadi
dengan alasan lebih nyaman, aman dan cepat daripada angkutan umum. Pemerintah
memang yang bertanggung jawab atas kondisi yang rumit seperti ini. Untuk itu,
sebagai solusi dari masalah kemacetan yang semakin menjadi tersebut, maka
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan salah satu solusi yaitu dengan
menyediakan sarana transportasi umum yang lebih efisien baik secara waktu
maupun biaya.
Sarana
transportasi umum yang dibuat oleh pemerintah adalah penyediaan Bus Trans Jakarta
atau biasa disebut dengan Busway. Bus ini secara funsinya sama dengan angkutan
umum lainnya. Hanya saja, dengan kebijakan pemerintah Busway ini mendapatkan
‘perlakuan’ khusus yaitu berupa jalur khusus yang tidak boleh dilewati oleh
kendaraan lain. Tujuannya adalah untuk mempersingkat waktu tempuh karena
kemacetan yang setiap waktu melanda Jakarta.
1. Analisis Formulasi Kebijakan transportasi
dijakarta
a.
Aktor-aktor
Kebijakan
Aktor-aktor
yang terlibat dalam sebuah kebijakan sangatlah berpengaruh dalam proses
perumusan kebijakan publik. Aktor-aktor disini tidak hanya sebagai pembuat
kebijakan agar dapat disahkan secara legal saja, namun juga pihak-pihak yang
berpengaruh ketika perencanaannya.
I.
Inisiator kebijakan : Gubernur DKI Jakarta
yaitu Fauzi Bowo.
II.
Pembuat kebijakan dan legislator : DPRD dan Gubernur DKI Jakarta
III.
Pelaksana Kebijakan: Dalam pelaksanaannya,
kebijakan ini bekerjasama dengan pihak swasta yaitu perusahaan-perusahaan jasa
yang mengelola transportasi busway ini sehingga dapat beroperasi setiap hari.
IV.
Kelompok sasaran adalah masyarakat karena
kebijakan ini dibuat untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Jakarta
V.
Kelompok yang diuntungkan (Beneficiaries
Group) Adapun pihak yang diuntungkan adalah masyarakat sebagai sasaran utama
dari kebijakan ini. Selain itu, ada pihak yang juga diuntungkan yaitu
perusahaan yang bekerjasama dengan Pemprov Jakarta dalam pengoperasian busway
ini.
VI.
Kelompok Kepentingan: Masyarakat, Karen
masyarkat yang mengalami dmapak kemacetan ini Sehingga kebijakan ini dibuat
dengan sasaran untuk mengurangi kemacetan demi kepentingan masyarakat.
VII.
Kelompok Penekan: Media massa, karena dengan
pemberitaan dari media massa di publik, maka pemerintah akan mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi di dalam masyarakat saat in
b. Proses perumusan
ada
empat tahap dalam perumusan kebijakan publik yaitu: perumusan masalah, agenda
kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan untuk memcahkan masalah, dan tahap
penetapan kebijakan. Kebijakan ERP ini merupakan salah satu kebijakan publik
yang juga mengalami empat tahap tersebut. Agar lebih jelas, maka berikut akan
dijelaskan mengenai empat tahap tersebut dalam Kebijakan
i.
Tahap pertama: tahap perumusan masalah
Berawal
dari masalah publik yang terjadi di Jakarta, yaitu kemacetan. Hampir setiap
hari ibukota Indonesia ini mengalami kemacetan yang parah. Masalah seperti
kemacetan ini merupakan masalah publik karena mengakibatkan kerugian bagi orang
banyak dan harus segera diselesaikan. Kemacetan di Jakarta diakibatkan oleh
padatnya jumlah kendaraan yang melintas tanpa diimbangi ruas jalan yang cukup,
sehingga laju kendaraan akan menjadi lambat. Lambatnya laju kendaraan inilah
yang menyebabkan kemacetan. Jadi ketika keadaan seperti ini masyarakat
membutuhkan sistem transportasi yang baik di Jakarta. Jika pemerintah ingin
menambah panjang jalan untuk menampung jumlah kendaraan. Sehingga dalam
perumusan masalahnya pemerintah ingin membuat suatu cara agar kemacetan di
Jakarta dapat dikurangi secara signifikan. Cara ini merupakan suatu hal yang
belum pernah diterapkan sebelumnya dan juga harus bisa mengakomodir kebutuhan
masyarakat akan kenyamanan dan keamanan saat bepergian
ii. Tahap
kedua: agenda kebijakan
Agenda
kebijakan didefinisikan sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan
memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu (Budi Winarno,
2008:80). Masalah publik masyarakat Jakarta mengenai kemacetan merupakan
masalah publik yang sudah pasti masuk ke dalam agenda kebijakan karena tingkat
‘penting’nya masalah ini tergolong tinggi. Kemacetan di Jakarta telah dirasakan
warganya sudah lama dan menyebabkan kerugian bagi masyarakatnya, sehingga perlu
adanya penanganan yang serius dari pemerintah DKI Jakarta
iii. Tahap
ketiga: pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah
Adapun
alternatif yang muncul dalam masalah ini adalah Pembangunan sistem angkutan
monorel, transportyasi busway, setelah melalui penilitian maka dipilih transportyasi
busway yang tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar.
iv.
Tahap
keempat: tahap penetapan kebijakan
disetujui oleh Gubernur DKI Jakarta untuk
dilegalkan sebagai kebijakan melalui Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusu
Ibukota Jakarta Nomor 110 tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengelola Trans Jakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
c. Model Perumusan Kebijakan
Dari
beberapa model perumusan kebijakan menurut para ahli, kebijakan mengenai Busway
termasuk dalam model rasional komprehensif. Berikut beberapa alasannya:
I.
Kemacetan merupakan suatu masalah yang
dianggap penting dan bermakna dibandingkan dengan masalah lainnya.
II.
Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah
perlu diselidiki. Para pembuat kebijakan Busway telah menyelidiki berbagai
alternatif yang akan dikemukakan dalam pembahasan. Pembuat keputusan memiliki
alternatif beserta konsekuensinya yang memaksimalkan pencapaian tujuan, nilai
atau sasaran-sasaran yang hendak dicapai (Budi Winarno 2008:100-101).
d. Nilai-nilai yang Berpengaruh dalam
Pembuatan Keputusan
ada lima nilai yang dapat membantu dalam
mengarahkan perilaku para pembuat keputusan, yaitu:
i.
Nilai politik : Dalam sebuah proses pembuatan
kebijakan tentu terdapat maksud-maksud politis yang akan memberikan keuntungan
bagi para pembuatnya yaitu pemerintah Jakarta sendiri
ii.
Nilai-nilai organisasi : Kebijakan Busway
dikeluarkan dengan pertimbangan bisa memberikan manfaat yang optimal bagi
masyarakat.
iii.
Nilai-nilai pribadi : Kebijakan Busway ini
dilaksanakan dengan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta sebagai
penyedia layanan dan pengelolanya
iv.
Nilai-nilai kebijakan : Kebijakan Busway ini
juga dipengaruhi dengan pertimbangan moral bahwa dengan adanya kebijakan ini
akan bisa mengakomodir kepentingan masyarakat akan sistem transportasi yang
baik
Nilai-nilai ideology
: Dalam kebijakan ini tidak begitu muncul nilai-nilai ideologi yang keluar.
Kemacetan di Jakarta merupakan masalah yang perlu penanganan yang bersifat
teknis.