Home

4.19.2011

CONTOH DAN ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK


1.    Contoh Kebijakan Publik
Kemacetan di ibukota DKI Jakarta tidak dapat dihindari, terutama pada titik-titik persimpangan baik di jalan-jalan protokol hingga di jalan lingkungan. Semakin hari, kemacetan di Jakarta semakin parah. Menurut sebuah penelitian, kemacetan tersebut membuat masyarakat Jakarta mengalami kerugian hingga Rp 48 triliun per tahun (Detik News, 26 Nop 2008). Puncak kemacetan diperkirakan terjadi pada jam sibuk di pagi hari (sekitar pukul 6.30-9.00 WIB) dan sore hari (sekitar pukul 16.30-19.30 WIB). Kemacetan ini mengakibatkan stres yang tinggi pada pengguna jalan, meningkatnya polusi udara kota, hingga terganggunya kegiatan bisnis.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta untuk mengatasi masalah ini. Mulai dari diberlakukannya program three in one, pembangunan jalan layang. namun, hasil yang diharapkan tidak dapat terlaksana. Faktanya, Jakarta tetap menjadi kota dengan transportasi yang buruk. Sampai pada tingkat dunia, Jakarta menjadi kota paling padat dan macet, setara dengan kepadatan Kota Tokyo dan Bangkok. Hanya bedanya Kota Tokyo dan Bangkok mempunyai sistem transportasi yang baik sehingga padatnya kendaraan tidak menjadikan masalah kemacetan.
Masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jakarta memang tidak terbiasa menggunakan angkutan umum yang tersedia. Mereka lebih senang menggunakan kendaraan pribadi dengan alasan lebih nyaman, aman dan cepat daripada angkutan umum. Pemerintah memang yang bertanggung jawab atas kondisi yang rumit seperti ini. Untuk itu, sebagai solusi dari masalah kemacetan yang semakin menjadi tersebut, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan salah satu solusi yaitu dengan menyediakan sarana transportasi umum yang lebih efisien baik secara waktu maupun biaya.
Sarana transportasi umum yang dibuat oleh pemerintah adalah penyediaan Bus Trans Jakarta atau biasa disebut dengan Busway. Bus ini secara funsinya sama dengan angkutan umum lainnya. Hanya saja, dengan kebijakan pemerintah Busway ini mendapatkan ‘perlakuan’ khusus yaitu berupa jalur khusus yang tidak boleh dilewati oleh kendaraan lain. Tujuannya adalah untuk mempersingkat waktu tempuh karena kemacetan yang setiap waktu melanda Jakarta.
1.    Analisis Formulasi Kebijakan transportasi dijakarta
a.    Aktor-aktor Kebijakan
Aktor-aktor yang terlibat dalam sebuah kebijakan sangatlah berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan publik. Aktor-aktor disini tidak hanya sebagai pembuat kebijakan agar dapat disahkan secara legal saja, namun juga pihak-pihak yang berpengaruh ketika perencanaannya.
              I.        Inisiator kebijakan : Gubernur DKI Jakarta yaitu Fauzi Bowo.
            II.        Pembuat kebijakan dan legislator : DPRD  dan Gubernur DKI Jakarta
           III.        Pelaksana Kebijakan: Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini bekerjasama dengan pihak swasta yaitu perusahaan-perusahaan jasa yang mengelola transportasi busway ini sehingga dapat beroperasi setiap hari.
          IV.        Kelompok sasaran adalah masyarakat karena kebijakan ini dibuat untuk mengatasi kemacetan yang terjadi di Jakarta
           V.        Kelompok yang diuntungkan (Beneficiaries Group) Adapun pihak yang diuntungkan adalah masyarakat sebagai sasaran utama dari kebijakan ini. Selain itu, ada pihak yang juga diuntungkan yaitu perusahaan yang bekerjasama dengan Pemprov Jakarta dalam pengoperasian busway ini.
          VI.        Kelompok Kepentingan: Masyarakat, Karen masyarkat yang mengalami dmapak kemacetan ini Sehingga kebijakan ini dibuat dengan sasaran untuk mengurangi kemacetan demi kepentingan masyarakat.
         VII.        Kelompok Penekan: Media massa, karena dengan pemberitaan dari media massa di publik, maka pemerintah akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di dalam masyarakat saat in
b.    Proses perumusan
ada empat tahap dalam perumusan kebijakan publik yaitu: perumusan masalah, agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan untuk memcahkan masalah, dan tahap penetapan kebijakan. Kebijakan ERP ini merupakan salah satu kebijakan publik yang juga mengalami empat tahap tersebut. Agar lebih jelas, maka berikut akan dijelaskan mengenai empat tahap tersebut dalam Kebijakan
i.      Tahap pertama: tahap perumusan masalah
Berawal dari masalah publik yang terjadi di Jakarta, yaitu kemacetan. Hampir setiap hari ibukota Indonesia ini mengalami kemacetan yang parah. Masalah seperti kemacetan ini merupakan masalah publik karena mengakibatkan kerugian bagi orang banyak dan harus segera diselesaikan. Kemacetan di Jakarta diakibatkan oleh padatnya jumlah kendaraan yang melintas tanpa diimbangi ruas jalan yang cukup, sehingga laju kendaraan akan menjadi lambat. Lambatnya laju kendaraan inilah yang menyebabkan kemacetan. Jadi ketika keadaan seperti ini masyarakat membutuhkan sistem transportasi yang baik di Jakarta. Jika pemerintah ingin menambah panjang jalan untuk menampung jumlah kendaraan. Sehingga dalam perumusan masalahnya pemerintah ingin membuat suatu cara agar kemacetan di Jakarta dapat dikurangi secara signifikan. Cara ini merupakan suatu hal yang belum pernah diterapkan sebelumnya dan juga harus bisa mengakomodir kebutuhan masyarakat akan kenyamanan dan keamanan saat bepergian
ii.    Tahap kedua: agenda kebijakan
Agenda kebijakan didefinisikan sebagai tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa terdorong untuk melakukan tindakan tertentu (Budi Winarno, 2008:80). Masalah publik masyarakat Jakarta mengenai kemacetan merupakan masalah publik yang sudah pasti masuk ke dalam agenda kebijakan karena tingkat ‘penting’nya masalah ini tergolong tinggi. Kemacetan di Jakarta telah dirasakan warganya sudah lama dan menyebabkan kerugian bagi masyarakatnya, sehingga perlu adanya penanganan yang serius dari pemerintah DKI Jakarta
iii.   Tahap ketiga: pemilihan alternatif kebijakan untuk memecahkan masalah
Adapun alternatif yang muncul dalam masalah ini adalah Pembangunan sistem angkutan monorel, transportyasi busway, setelah melalui penilitian maka dipilih transportyasi busway yang tidak mengeluarkan biaya yang terlalu besar.
iv.    Tahap keempat: tahap penetapan kebijakan
disetujui oleh Gubernur DKI Jakarta untuk dilegalkan sebagai kebijakan melalui Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusu Ibukota Jakarta Nomor 110 tahun 2003 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengelola Trans Jakarta-Busway Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
c.    Model Perumusan Kebijakan
Dari beberapa model perumusan kebijakan menurut para ahli, kebijakan mengenai Busway termasuk dalam model rasional komprehensif. Berikut beberapa alasannya:
                      I.        Kemacetan merupakan suatu masalah yang dianggap penting dan bermakna dibandingkan dengan masalah lainnya.
                    II.        Berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu diselidiki. Para pembuat kebijakan Busway telah menyelidiki berbagai alternatif yang akan dikemukakan dalam pembahasan. Pembuat keputusan memiliki alternatif beserta konsekuensinya yang memaksimalkan pencapaian tujuan, nilai atau sasaran-sasaran yang hendak dicapai (Budi Winarno 2008:100-101).
d.    Nilai-nilai yang Berpengaruh dalam Pembuatan Keputusan
ada lima nilai yang dapat membantu dalam mengarahkan perilaku para pembuat keputusan, yaitu:
              i.        Nilai politik : Dalam sebuah proses pembuatan kebijakan tentu terdapat maksud-maksud politis yang akan memberikan keuntungan bagi para pembuatnya yaitu pemerintah Jakarta sendiri
            ii.        Nilai-nilai organisasi : Kebijakan Busway dikeluarkan dengan pertimbangan bisa memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat.
           iii.        Nilai-nilai pribadi : Kebijakan Busway ini dilaksanakan dengan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta sebagai penyedia layanan dan pengelolanya
           iv.        Nilai-nilai kebijakan : Kebijakan Busway ini juga dipengaruhi dengan pertimbangan moral bahwa dengan adanya kebijakan ini akan bisa mengakomodir kepentingan masyarakat akan sistem transportasi yang baik
Nilai-nilai ideology : Dalam kebijakan ini tidak begitu muncul nilai-nilai ideologi yang keluar. Kemacetan di Jakarta merupakan masalah yang perlu penanganan yang bersifat teknis.

Konsep, Jenis Dan Fungsi Kebijakan Publi


A
1.    Konsep Kebijakan
Pengertian kebijakan merujuk pada tiga hal yakni sudut pandang (point of view); rangkaian tindakan (series of actions) dan peraturan (regulations). Ketiga hal tersebut menjadi pedoman bagi para pengambil keputusan untuk menjalankan sebuah kebijakan. Dari beberapa definisi mengenai kebijakan publik, ada satu definisi yang cukup komprehensif untuk menjelaskan apa itu kebijakan publik. Definisi tersebut berbunyi “respon dari sebuah sistem politik terhadap demands/claims dan support yang mengalir dari lingkungannya”.
Dalam definisi tersebut, respon bisa dilihat sebagai isi dan implementasi serta analisis dampak kebijakan; sistem politik tentu saja merujuk pada aktor politik (pemerintah, parlemen, masyarakat, pressure groups dan aktor yang lain), demands dan claim bisa jadi merupakan tantangan dan permintaan dari aktor-aktor tadi, sedangkan support bisa merujuk pada dukungan baik SDM maupun infrastruktur yang ada, dan yang terakhir, lingkungan merujuk pada satuan wilayah tempat sebuah kebijakan diimplementasikan.
2.    Jenis Kebijakan
Jenis kebijakan yang dikemukakan oleh Anderson (1979) ada dua belas macam, yaitu:
a)    Substantive Policies yaitu Kebijakan yang berkaitan dengan materi, isi atau subject matter kebijakan..
b)    Procedural policies yaitu Menyangkut siapa, kelompok, mana dan pihak mana yang terlibat dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan..
c)    Distributive Policies yaitu Kebijakan yang memberikan pelayanan atau keuntungan kepada sejumlah atau kelompok masyarakat..
d)    Redistributive Policies yaitu Kebijakan yang arahnya memindahkan hak, pemilikan atau kepunyaan pada masyarakat. Misalnya pemindahan hak dari kalangan mampu kepada yang tidak mampu.
e)    Regulatory Policies yaitu Kebijakan yang berkenaan dengan pembatasan atas tindakan terhadap seseorang atau sekelompok orang..
f)     Material Policies yaitu Kebijakan yang berkaitan dengan sumber material kepada penerimanya dengan membayar  beban atau kerugian kepada yang mengalokasikan..
g)    Symbolic Policies yaitu Kebijakan jenis ini tidak memaksa kepada khalayak, karena dilaksanakan tidaknya kebijakan tersebut tidak terlalu besar dampaknya kepada masyarakat. Sering kali kebijakan simbolis ini tidak diikuti oleh masyarakat, karena sebagai symbol saja.
h)   Collective Good Policies yaitu Kebijakan tentang barang-barang dan pelayanan guna memenuhi kepentingan orang banyak. Jika diberikan kepada seseorang, kelompok orang, haruslah juga menyediakan, untuk semua orang.
i)     Private Good Policies yaitu Kebijakan menyediakan kebutuhan tertentu kepada masyarakat/ public yang membutuhkan, tetapi masyarakat tersebut, hatus menyediakan biaya untuk mendapatkan layanan.
j)     Conservative Policies yaitu Kebalikan dari kebijakan liberal. Kebijakan liberal policies menuntut adanya perubahan, tapi dalam kebijakan conservatife policies malahan mempertahankan yang ada secara alamiah dan tidak direkayasa.
3.    Fungsi Kebijakan Publik
Berdasarkan atas konsep tersebut, maka pemerintah sebagai pelaku utama implementasi kebijakan publik memiliki dua fungsi yang berbeda yakni fungsi politik dan fungsi administratif. Fungsi politik terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, sedangkan fungsi administrasi terkait dengan fungsi pemerintah sebagai pelaksana kebijakan. Oleh karena itu, pemerintah sebagai lembaga pembuat dan pelaksana kebijakan publik memiliki kekuatan diskretif (discretionary power) dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan tersebut. Oleh karena itu, aktor-aktor lain juga harus memainkan peran pengawasan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut.
Sebuah kebijakan publik akan disusun berdasarkan sebuah proses sebagai berikut: identifikasi, formulasi, adopsi, implementasi dan evaluasi. Dalam proses identifikasi, pemerintah merasakan adanya masalah yang harus diselesaikan dengan pembuatan kebijakan. Berdasarkan identifikasi tersebut dilakukanlah formulasi kebijakan. Kebijakan disusun berdasarkan alternatif-alternatif tindakan dan partisan. Setelah alternatif tindakan dan partisipan disusun, maka proses adopsi dilakukan dengan memilih alternatif terbaik dengan memperhatikan syarat pelaksanaan, partisipan, proses dan muatan kebijakan. Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan terkait dengan pihak-pihak yang terlibat, tindakan yang dilakukan dan dampak terhadap muatan kebijakan itu sendiri. Setelah implementasi kebijakan dilakukan, evaluasi kebijakan harus dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul dalam evaluasi antara lain adalah: bagaimana kemangkusan dan kesangkilan kebijakan, siapa yang terlibat, apa konsekuensi implementasi dan apakah ada tuntutan untuk mencabut atau mengubah kebijakan tersebut
[1].


[1] DR. Joko Widodo, M.S, Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi Analisis Proses Kebijakan Publik, Malang:Bayu Media Publishing
.

Definisi Kebijakan Publik


A.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, dimana persoalan-persoalan yang dihadapi oleh pemerintah yang begitu kompleks akibat krisis multidimensional, maka bagaimanpun keadaan  ini sudah barang tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penangan pemerintah yang cepat namun juga akurat agar masalah yang begitu kompleks dan berat yang dihadapi oleh pemerintah segera dapat terpenuhi. Kondisi ini menempatkan pemerintah dan lembaga tinggi negara lainnya berada dalam pilihan-pilihan kebijakan sulit. Kebijakan yang diambil tersebut terkadang membantu pemerintah dan rakyat Indonesia keluar dari krisis tetapi dapat juga terjadi sebaliknya, yakni malahan mendelegemasikan pemerintah itu sendiri.
Istilah kebijakan publik sudah sering sekali didengar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan akademis seperti dalam kuliah-kuliah politik dan admintrasi negara. Menurut Charles Jones. O[1]. istilah kebijakan publik (policyterm) digunakan dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decision), standart, proposal dan grand design.  Namun demikian, meskipun kebijakan publik mungkin kelihatannya sedikit abstrak atau dapat dipandang sebagai suatu yang “terjadi” terhadap seseorang. Namun sebenarnya sebagaimana dalam contoh yang dipaparkan diatas, kita telah dipengaruhi secara mendalam oleh banyak kebijakan publik dalam kehidupan sehari-hari.
Definisi yang ditawarkan oleh Carl Friedich(1969:79) kebijakan publik adalah “ serangkaian tindakan/ kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) diamana kebijakan itu diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Untuk maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, friedrich menambahkan ketentuan bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian dengan maksud atau tujuan[2].
James Anderson (1984:3) memberikan pengertian kebijakn publik, dalam bukunya Public Policy making sebagai berikut “ serangkaian kegiatan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan”. Konsep kebijakan ini menitikberatkan pada apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dimaksud. Dan hal inilah yang membedakan kebijakan dari suatu yang merupakan pilihan diantara beberapa alternative yang ada[3].
Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Karena itu, karakteristik dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan oleh apa yang disebut David Easton ( (1965:212) sebagai “otoritas” dalam sistem politik, yaitu para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat, para raja, dan sebagainya. Easton mengatakan bahwa mereka-mereka yang berotoritas dalam system politik dalam rangka memformulasi kebijakan publik itu adalah orang-orang yang terlibat dalam urusan politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada satu titik mereka dimana untuk mengambil keputusan dikemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar angggota masyarakat selama waktu tertentu[4].
Dalam kaitannya dengan definisi-definisi tersebut diatas maka dapat disimpulkan bebrepa karakteristik utama dari definisi kebijakan publik yaitu :
1.    Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu darpada perilaku yang berubah atau acak.
2.    Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah.
3.    Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya yang dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur hajat hidup orang banyak bukan maksud yang akan dikerjakan atau yang akan dikerjakan.
4.    Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negative.
Kebijakan publik paling tidak secara positif, didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah[5]


[1] Lihat Charles Jones. O (1984). An Introduction on public policy. Third edition, Monterey. Books/cole Publishing Company. Hlm 25.
[2] Agustino, Leo. 2006. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Bandung: CV. Alfabeta hal 8
[3] Ibid hal 8
[4] Ibid hal 9
[5] Ibid hal 9