BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Salah satu persyaratan
diterimanya status sebuah negara adalah adanya unsur warganegara yang diatur
menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga warga negara yang bersangkutan dapat
dibedakan dari warga dari negara lain. Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini
biasanya ditentukan berdasarkan salah satu dari dua prinsip, yaitu prinsip ‘ius
soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’. Yang dimaksud dengan ‘ius soli’ adalah
prinsip yang mendasarkan diri pada pengertian hukum mengenai tanah kelahiran,
sedangkan ‘ius sanguinis’ mendasarkan diri pada prinsip hubungan darah.
Negara memiliki wewenang
untuk menentukan warga negara sesuai dengan asas yang dianut negara tersebut.
Dengan adanya kedaulatan ini, pada dasarnya suatu negara tidak terikat oleh negara lain dalam menentukan
kewarganegaraan. negara lain juga tidak boleh menentukan siapa saja yang
menjadi warga negara dari suatu negara
Dalam UU No 12 tahun 2006
kewarganegaraan diartikan sebagai hal mengenai warga negara yang mencakup
persoalan-persoalan tata cara menjadi warga negara, kehilangan kewarganegaraan,
ketiadaan kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara, hubungan warga
negara dengan negara (pemerintah) kewajiban negara terhadap warga negara dan
lainlain hal baik mengenai atau yang berhubungan dengan warga negara[1].
Dalam makalah ini kita akan
membahas mengenai cara-cara kehilangan kewarganegaraan.
B.
Rumusan masalah.
Untuk
memberikan arah, penulis bermaksud membuat suatu perumusan masalah sesuai
dengan arah yang menjadi tujuan dan sasaran penulisan dalam paper ini.
Perumusan masalah menurut istilahnya terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang
berarti ringkasan atau kependekan, dan masalah yang berarti pernyataan yang
menunjukkan jarak antara rencana dengan pelaksanaan, antara harapan dengan
kenyataan. Perumusan masalah dalam paper ini berisikan antara lain :
1. Pengertian
kewarganegaraan menurut UU 12 tahun 2006 ?
2. Cara-cara
kehilangan kewarganegaraan ?
3. Kasus
kehilangan kewarganegaraan ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui cara-cara kehilangan kewarganegaraan Indonesia yang diatur dalam UU
No 12 tahun 2006 dan juga menganalisis kasus kehilangan kewarganegaraan.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan dalam penulisan paper ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan
jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2. Bahan – bahan yang
didapatkan melalui Intenet.
BAB II
KEWARGANEGARAAN
DAN KASUS KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN
A.
Warga Negara dan kewarganegaraan
Negara
sebagai suatu entitas adalah abstrak, yang tampak adalah unsur-unsur negara
yang berupa rakyat, wilayah, dan pemerintah. Salah satu unsur negara adalah
rakyat. Rakyat yang tinggal diwilayah negara menjadi penduduk negara yang
bersangkutan. Warga negara adalah bagian dari penduduk suatu negara. Warga
negara memiliki hubungan ndengan negaranya. Kedudukannya sebagai warga negara
menciptakan hubungan berupa peranan, hak dan kewajiban yang bersifat timbal
balik.
Kewarganegaraan
memiliki keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan anatara negara
dengan warga negara. Kewarganegaraan adalah segala hal ihlawal yang berhubungan
dengan negara.
Pengertian
kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Kewarganegaraan dalam arti Yuridis
Kewarganegaraan
dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum antara orang –orang
dengan negara. Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat hukum
tertentu, yaitu orang tersebut berada dibawah kekuasaan negara yang
bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan hukum , misalanya akta kelahiran, surat
pernyataan, bukti kewarganegaraan, dsb.
b. Kewarganegaraan dalam arti Sosiologis
Kewarganegaraan
dalam arti sosilogis tidak ditandai dengan ikatan hukum. Tetapi ikatan
emosional, seperti ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan
sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan kata lain, ikatan ini lahir dari
penghayatan warga negara bersangkutan.
Siapa
saja yang dapat menjadi warga negara dar suatu negara? Setiap negara berdaulat
berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran dan asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan.
Dalam
penentuan kewarganegaraan didasarkan kepada sisikelahiran dikenal dua asas
yaitu asas ius soli dan ius
sanguinis . Ius artinya hukum atau
dalil. Soli berasal dari kata solum yang artinya negari atau tanah. Sanguinis
berasal dari kata sanguis yang artinya darah.
a. Asas
Ius Soli
Asas yang menyatakan bahawa kewarganegaraan
seseorang ditentukan dari tempat dimana orang tersebut dilahirkan.
b. Asas
Ius Sanguinis
Asas yang mennyatakan bahwa kewarganegaraan
sesorang ditentukan beradasarkan keturunan dari orang tersebut[2].
Berdasarkan
prinsip ‘ius soli’, seseorang yang dilahirkan di dalam wilayah hukum suatu
negara, secara hukum dianggap memiliki status kewarganegaraan dari negara
tempat kelahirannya itu. Negara Amerika Serikat dan kebanyakan negara di Eropa
termasuk menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini, sehingga
siapa saja yang dilahirkan di negara-negara tersebut, secara otomatis diakui
sebagai warga negara. Oleh karena itu, sering terjadi warga negara Indonesia
yang sedang bermukim di negara-negara di luar negeri, misalnya karena sedang
mengikuti pendidikan dan sebagainya, melahirkan anak, maka status anaknya
diakui oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai warga negara Amerika Serikat.
Padahal kedua orangtuanya berkewarganegaraan Indonesia.
Berbeda
dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara, dianut prinsip ‘ius
sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan status
orangtua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orangtuanya
berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-anaknya
dianggap sama dengan kewarganegaraan orangtuanya itu. Akan tetapi, sekali lagi,
dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa ini, kita tidak
dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status
kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status
kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan isteri. Terlepas
dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara
asal pasangan suami-isteri itu, hubungan hukum antara suami-isteri yang
melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan
berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.
B. Perolehan
dan kehilangan Kewarganegaraan
Oleh
karena itulah diadakan pengaturan bahwa status kewarganegaraan itu ditentukan
atas dasar kelahiran atau melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan.
Dengan cara pertama, status kewarganegaraan seseorang ditentukan karena
kelahirannya. Siapa saja yang lahir dalam wilayah hukum suatu negara, terutama
yang menganut prinsip ‘ius soli’ sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang
bersangkutan secara langsung mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali
apabila yang bersangkutan ternyata menolak atau mengajukan permohonan
sebaliknya. Cara kedua untuk memperoleh status kewarganegaraan itu ditentukan
melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi).
Melalui
proses pewarganegaraan itu, seseorang dapat mengajukan permohonan kepada
instansi yang berwenang, dan kemudian pejabat yang bersangkutan dapat
mengabulkan permohonan tersebut dan selanjutnya menetapkan status yang bersangkutan
menjadi warganegara. Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai literature
mengenai kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui
registrasi. Cara ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman
seperti yang terjadi di Perancis yang pernah menjadi bangsa penjajah di
berbagai penjuru dunia, banyak warganya yang bermukim di daerah-daerah koloni
dan melahirkan anak dengan status kewarganegaraan yang cukup ditentukan dengan
cara registrasi saja. Dari segi tempat kelahiran, anak-anak mereka itu jelas
lahir di luar wilayah hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena
Perancis, misalnya, menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang
normal, status kewarganegaraan anak-anak warga Perancis di daerah jajahan
ataupun daerah pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung begitu saja
diperlakukan sebagai warga negara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan
status kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau
pewarganegaraan juga tidak dapat diterima. Karena itu, status kewarganegaraan
mereka ditentukan melalui proses registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia
yang berada di Amerika Serikat yang menganut prinsi ‘ius soli’, melahirkan
anak, maka menurut hukum Amerika Serikat anak tersebut memperoleh status
sebagai warga negara AS. Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya
tetap berkewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya cukup melalui registrasi
saja.
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui
tiga cara, yaitu:
(i)
kewarganegaraan karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’
(ii)
kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau ‘citizenship by naturalization’
(iii)
kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau ‘citizenship by registration’.
Ketiga
cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam rangka pengaturan
mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia, sehingga kita tidak
membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status kewarganegaraan itu hanya
dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim dipahami selama ini. Tetapi
dalam literature hukum di india proses kewarganegaraan itu dikembangkan
sehingga ada 5 yaitu macam yaitu[3]
(i) pewarganegaraan karena kelahiran atau
‘citizenship by birth’
(ii) pewarganegaraan berdasarkan keturunan atau
‘citizenship by descent’
(iii) pewarganegaraan melalui pewarganegaraan
atau ‘citizenship by naturalization’
(iv) pewarganegaraan melalui registrasi biasa
atau ‘citizenship by registration’
(v) proses pewarganegaraan karena terjadimya
perluasan wilayah Negara ‘citizenship by incorporation territory’ .
Kasus-kasus
kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang tidak sepenuhnya dapat
diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja. Sebagai contoh, banyak
warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di Belanda, di Republik
Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara lainnya dalam waktu yang
lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap mempertahankan status
kewarganegaraan Republik Indonesia. Keturunan mereka ini dapat memperoleh
status kewarganegaraan Indonesia dengan cara registrasi biasa yang prosesnya
tentu jauh lebih sederhana daripada proses naturalisasi. Dapat pula terjadi,
apabila yang bersangkutan, karena sesuatu sebab, kehilangan kewarganegaraan
Indonesia, baik karena kelalaian ataupun sebab-sebab lain, lalu kemudian
berkeinginan untuk kembali mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, maka
prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan seorang warganegara asing yang
ingin memperoleh status kewarganegaraan Indonesia.
Dalam kehilangan
kewarganegaraan seseorang dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu antara
lain :
(i)
renunciation yaitu tindakan sukarela untuk
meninggalkan salah satu dari dua atau lebih status kewarganegaraannya yang
dimiliki dari dua Negara atau lebih.
(ii)
Termination yaitu penghentian status
kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang bersangkutan telah memilki
kewarganegaraan lain.
(iii)
Deprivation yaitu pencabutan atau penghentian
secara paksa atau pemecatan status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat
berwenang karena terbukti adanya kesalahan atau pelanggaran dalam memperoleh
status kewarganegaraan[4].
Lagi
pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena
kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil,
ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin
melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status
kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah
bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi ‘stateless’ atau
tidak berkewarganegaraan.
Tetapi
pada saat yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang
memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan
perjanjian kewarganegaraan antara yans sah. negara-negara modern untuk
menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di samping
pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa. Di samping itu, dalam proses
perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan adanya prinsip-prinsip yang
secara diametral bertentangan, yaitu prinsip ‘ius soli’ dan prinsip ‘ius
sanguinis’ sebagaimana diuraikan di atas.
Kita
memang tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara
yang menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan
internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan
perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya
dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus
‘stateless’ tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah
terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan
sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut
dalam sistem hukum masing-masing.
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius sanguinis’, mengatur
kemungkinan warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip
kelahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih
berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia
dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia.
Terhadap
anak-anak mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk
mendapatkan status kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja
diterima sebagai warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini
dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya
terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui
proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan
kedudukan mereka sebagai orang asing sama sekali.Negara Indonesia telah
menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara . ketentuan tersebut tercantum
dalam pasal 26 UUD 1945[5].
Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang warga negara adalah Undang-Undang
No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
C. Pengaturan
Cara-cara kehilangan kewarganegaraan sejak kemerdekaan sampai dengan yang
berlaku sekarang.
1.
Undang-undang nomr 3 tahun 1946
Indonesia merdeka pada tahun
1945 baru memiliki undang-undang kewarganegaraan pada tahun 1946, hal ini
akibat belum adanya lembaga ketatanegaraan yang berwenang dalam membuata
undang. Undang-undang kewarganegaraan nomor 3 tahun 1946 ini berlaku setelah
mendapat persetujuan dari BP.KNIP[6].
Pengaturan cara-cara
kehilangan kewarganegaraan pada undang-undang no 3 tahun 1946 masih sedikit
sekali diatur. Ini dapat terlihat dalam pasal 3 ayat 4 dan 5 yang berbunyi (pasal
3 ayat 4) Kehilangan kewargaan Negara Indonesia seorang bapa atau seorang ibu
menurut perincian di atas berlaku juga
untuk anak-anaknya menurut perincian itu dan anak-anakangkatnya, hanya jika anak-anak itu turut mendapat
kewargaan negara negeri lain. (pasal 3 ayat 5) Kehilangan kewargaan Negara
Indonesia seorang ibu karena atau sebagai akibat dari perkawinannya atau karena pernyataan sebagai
tersebut dalam pasal 10 tidak berlaku untuk
anak-anaknya. Sesuai dengan cara kehilangan kewarganegaraan
undang-undang tersebut ini dapat
diartikan bahwa kehilangan kewarganegaraan seseoarang diakibatkan oleh (ii) Termination
yaitu penghentian status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang
bersangkutan telah memilki kewarganegaraan lain.
2.
Undang-undang no 62 tahun 1958
.
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia
merupakan salah satu Undang-Undang yang memiliki implikasi penting bagi
identitas seseorang. Dikeluarkannya UU ini dapat memperjelas status dan
identitas seseorang sehingga menghilangkan keraguan tentang siapa yang dapat
diakui sebagai warga negara Indonesia dan juga siapa yang dapat mengajukan
kewarganegaraan Indonesia dan bagaimana cara mengajukannya. Undang ini ini
menghapuskan dwi kewarganegaraan dan juga melenyapkan dan diperkecilnya
bipatride yang sudah ada. Dan juga mencegah sesorang yang tidak mempunyai
kewarganegaraan.
Undang-undang
ini juga memiliki implikasi penting berkaitan dengan aturan mengenai kehilangan
kewarganegaraan. Ketetapan yang ada di dalamnya dapat dijadikan sebagai dasar
bahwa seseorang meskipun pernah menjadi warga negara Indoneasia, tetapi dapat
kehilanagan kewarganegaraannya karena sebab-sebab tertentu.
Menurut
Pasal 17 kewarganegaraan Republik Indonesia dapat hilang karena:
a.
Memperoleh kewarganegaraan lain dengan
kemauannya sendiri
b.
Tidak menolak atau melepaskan kewarganegaraan
lain, oleh karena itu orang yang bersangkutan dianggap tidak menghargai
kewarganegaraan Indonesia
c.
Diakui oleh orang asing sebagai anaknya, jika
anak tersebut belum berumur 18 tahun dan belum kawin
d.
Anak yang diangkat dengan sah oleh orang asing
sebelum anak tersebut berumur 5 tahun
e.
Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin dari
menteri Kehakiman
f.
Mengangkat sumpah atau janji setia kepada
negara asing
g.
Ikut serta dalam pemilihan sesuatu yang
bersifat ketatanegaraan di negara asing
h.
Mempunyai paspor atau sederajat dengan paspor
dari negara asing
i.
Selama 5 tahun berturut-turut tinggal di luar
negeri dan tidak menyatakan keinginannya untuk terus menjadi warga negara
Republik Indonesia, khusus untuk kehilangan kewarganegaraan karena sebab ini,
maka yang bersangkutan dapat memperoleh kewarganegaraan kembali jika ia kembali
bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan kartu izin masuk dan
menginginkannya.
Selanjutnya
agar setiap orang mengetahui tentang kewarganegaraan dan kehilangan
kewarganegaraan, maka Menteri Kehakiman mengumumkan dalan Berita Negara
nama-nama ornag yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia.
Sesuai dengan cara kehilangan
kewarganegaraan undang-undang tersebut
pada pasal 17 (a) samapai dengan (d) dapat diartikan bahwa kehilangan
kewarganegaraan seseoarang diakibatkan oleh (ii) Termination yaitu penghentian
status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang bersangkutan telah
memilki kewarganegaraan lain. Sedangkan untuk pasal 17 e sampai dengan i dapat diartikan bahwa kehilangan
kewarganegaraan seseoarang diakibatkan oleh Deprivation yaitu pencabutan atau
penghentian secara paksa atau pemecatan status kewarganegaraan berdasarkan
perintah pejabat berwenang karena terbukti adanya kesalahan atau pelanggaran
dalam memperoleh status kewarganegaraan
3.
Undang-undang no 12 tahun 2006
Peraturan
perundang-undangan no.12 tahun 2006
tentang kewarganegaraan republik indonesia untuk menggantikan undang-undang no.
62 tahun 1958 yang dinilai oleh khalayak sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan hukum masyarakat indonesia baik dalam kontes nasional maupun global.
Untuk memenuhi tuntutan
masyarakat dan melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar sebagaimana tersebut di
atas, Undang-Undang ini memperhatikan asas-asas kewarganegaraan umum atau
universal, yaitu asas ius sanguinis, ius soli, dan campuran.
Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini
sebagai berikut:
1. Asas ius
sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan Negara tempat kelahiran.
2. Asas ius
soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang
diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
3. Asas
kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi
setiap orang.
4. Asas
kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan
ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
ini.
Undang-Undang ini pada
dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa
kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak
dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian. Selain asas tersebut di
atas, beberapa asas khusus juga menjadi dasar penyusunan Undang-Undang tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia,
1. Asas
kepentingan nasional adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan
kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai
negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.
2. Asas
perlindungan maksimum adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap Warga Negara Indonesia dalam
keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri.
3. Asas
persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa
setiap Warga Negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum
dan pemerintahan.
4. Asas
kebenaran substantif adalah prosedur
pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga
disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
5. Asas
nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama,
golongan, jenis kelamin dan gender.
6. Asas
pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang
dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara
pada khususnya.
7. Asas
keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ihwal yang
berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka.
8. Asas
publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.
Pengaturan mengenai
cara-cara kehilangan kewarganegaraan menurut undang nomor 12 tahun 2006 terdapat
pada pasal 23 disebutkan bahwa seorang WNI kehilangan kewarganegaraannya jika
yang bersangkutan:
a.
memperoleh kewarganegaraan lain atas
kemauannya sendiri;
b.
tidak menolak atau tidak melepaskan
kewarganegaraan lain, sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan
untuk itu;
c.
dinyatakan hilang kewarganegaraannya
oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18
tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luarnegeri, dan dengan dinyatakan
hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;
d.
masuk kedalam dinas tentara asing tanpa
izin terlebih dahulu dari Presiden;(tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti
program pendidikan dinegara lain yang mengharuskan wajib militer);
e.
secara sukarela masuk dalam dinas negara
asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai peraturan
perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI;
f.
secara sukarela mengangkat sumpah atau
menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing
tersebut;
g.
tidak diwajibkan tetapi turut serta
dalam pemilihan sesuatu yang besifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h.
mempunyai paspor atau surat bersifat
paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan
yang masih berlaku dari negaralain atas namanya; atau
i.
bertempat tinggal di luar wilayah negara
Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas
negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya
untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5
tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan
RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan,
sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Kehilangan
kewarganegaraan Indonesia dapat terjadi pula akibat perkawinan dikarenakan
bekerjanya hukum kewarganegaraan negara pasangannya tersebut. Bagi mereka, jika
ingin tetap berkewarganegaraan Indonesia, dapat mengajukan pernyataan tertulis
kepada Pejabat atau Perwakilan RI kecuali berakibat berkewarganegaraan ganda.
Dilihat dari pengaturan
tersebut dapat diartikan bahwa pada pasal 23 huru a sampai huruf c kehilangan
kewarganegaraan seseoarang diakibatkan oleh (ii) Termination yaitu penghentian
status kewarganegaraan sebagai tindakan hukum karena yang bersangkutan telah
memilki kewarganegaraan lain sedangkan pasal 23 huruf d sampai i dapat
diartikan bahwa kehilangan kewarganegaraan seseoarang diakibatkan oleh
Deprivation yaitu pencabutan atau penghentian secara paksa atau pemecatan
status kewarganegaraan berdasarkan perintah pejabat berwenang karena terbukti
adanya kesalahan atau pelanggaran dalam memperoleh status kewarganegaraan.
BAB
III
PENUTUP
Negara sebagai suatu
entitas adalah abstrak, yang tampak adalah unsur-unsur negara yang berupa
rakyat, wilayah, dan pemerintah. Salah satu unsur negara adalah rakyat. Rakyat
yang tinggal diwilayah negara menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Kewarganegaraan
memiliki keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan anatara negara
dengan warga negara. Kewarganegaraan adalah segala hal ihlawal yang berhubungan
dengan negara.
proses kewarganegaraan
itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu:
(i) kewarganegaraan
karena kelahiran atau ‘citizenship by birth’
(ii) kewarganegaraan melalui pewarganegaraan
atau ‘citizenship by naturalization’
(iii)
kewarganegaraan melalui registrasi biasa
atau ‘citizenship by registration’
Dalam kehilangan
kewarganegaraan seseorang dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu antara
lain :
(i) pewarganegaraan karena kelahiran atau
‘citizenship by birth’
(ii) pewarganegaraan berdasarkan keturunan atau
‘citizenship by descent’
(iii) pewarganegaraan melalui pewarganegaraan
atau ‘citizenship by naturalization’
(iv) pewarganegaraan melalui registrasi biasa
atau ‘citizenship by registration’
(v) proses pewarganegaraan karena terjadimya
perluasan wilayah Negara ‘citizenship by incorporation territory’ .
[1]
Prof Bagir Manan SH. Hukum kewarganegraan Indonesia dalam UU no 12 tahun 2006,
FH UII PRES, Yogyakarta 2009.
[2]
Kusnardy dan Ibrahim, pengantar hukum tata Negara Indonesia, sinar bakti,
Jakarta, 1988.
[3] Prof jimly asshidiqie sh, pengantar ilmu
hukum tata Negara jilid II, sekretaris jenderal dan kepaniteraan mahkamah
konstitusi, Jakarta, 2006.
[4] Prof
jimly asshidiqie sh, pengantar ilmu hukum tata Negara jilid II, sekretaris
jenderal dan kepaniteraan mahkamah konstitusi, Jakarta, 2006
[5]
Pasa 26 UUd 1945 berbunyi :
1. Yang
menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa
lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara
2. Penduduk
ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia
3. Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang
Beradasarkan hal diatas , kita mengetahui bahwa orang
yang dapat menjadi warga negara
[6]
Berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tahun 1945. KNIP diserahkan kekuasaan
legislative yaitu menetapkan bersama-sama dengan presiden, undang-undang yang
boleh mengenai segala macam urusan pemerintahan.
Makasih banyak Jasa Pembuatan Toko Online serta Cara Promosi Online Shop dan Cara Promosi di Instagram dan Cara Promosi Produk juga Cara Berjualan Online dan Cara Berdagang Online serta
BalasHapusGrosir Jilbab Murah serta Jilbab Instan Terbaru dan Jilbab Segi Empat Terbaru
Jasa Pembuatan Web Murah Berkualitas.