Home

5.19.2011

Bentuk Perlindungan Saksi dan Koraban Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 2006


Saksi dan korban dalam mengungkapkan suatu tindak pidana, rentan sekali mendpatkan acaman yang membahayakan diri, keluarga maupun harta bendanya yang bisa saja mempengaruhi keterangan di persidangan. Dengan adaya ancaman yang ditujukan terhadap saksi dan korban, maka sudah sepatutnya saksi dan korban mendapatakan perlindungan.
Perlindungan saksi dan korban ini bertujuan memberikan rasa aman terhadap saksi dan korban dalam memberikan keterangan dalam setiap proses peradilan pidana. Perlindungan yang diberikan kepada diri saksi dan korban tentunya berdasarkan asas-asas yang sesuai dengan Undang-undang Perlindungan Saksi dan korban  yaitu[1]
1.      Penghargaan atas harkat dan martabat manusia
2.      Rasa aman
3.      keadilan
4.      Tidak diskriminatif
5.      Kepastian hukum
Asas-asas tersebut harus dapat tercermin dan dapat diadopsi dalam isi pasal-pasal Undang-undang Perlindungan Saksi dan korban tersebut, asas-asas tersebut harus dapat dipegang ataupun dipatuhi. Hakikat dari asas-asas tersbut memberi penghargaan atas harkat dan martabar manusia, karena saksi dan korban pada hakikatnya pun memiliki harkat dan martabat yang harus dilindungi dan diperhatikan.
Pada prinsipnya perlindungan akan hak-hak seseorang sebagai saksi telah diakomodasikan dalam KUHAP, tetapi mengingat jenis tindak pidana yang semakin beragam dan menimbulkan efek atau akibat bagi keselamatan jiwa dari saksi/korban atau keluarganya, sehingga ada hal-hal khusus yang diatur .
Hal-hal yang diatur di luar KUHAP sebagai berikut:
1.      Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau yang telah diberikannya
2.      Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan
3.      Memberikan keterangan tanpa tekanan
4.      Mendapatkan penerjemah
5.      Bebas dari pertanyaan yang menjerat
6.      Mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus
7.      Mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan
8.      Mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan
9.      Mendapatkan identitas baru
10.  Mendapatkan tempat kediaman baru
11.  Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan
12.  Mendapatkan nasihat hukum
13.  Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan terakhir Perlindungan dan hak saksi dan korban diberikan sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Bahkan, dalammemberikan kesaksian di depan persidangan, jika karena kehadirannya membuat jiwanya terancam, undang-undang dalam memberikan perlindungan terhadap saksi atau korban atau pihak keluarga dengan cara melakukan kesaksian tanpa kehadirannya di pemeriksaan depan persidangan.
Pasal 10 Undang-undang No. 13 Tahun 2006 juga memberikan jaminan kepada saksi yang memberikan kesaksiaannya bahwa berdasarkan kesaksiannya tersebut ia tidak dapat dituntut, baik secara pidana maupun gugatan secara perdata. Dengan adanya jaminan dalam hal tersebut di atas diharapkan seorang saksi dapat memberikan keterangan sehingga terjadi kejelasan dalam suatu perkara serta menjauhkannya dari perasaan tertekan dan takut. Hal ini pun berlaku terhadap masyarakat yang memiliki itikad baik untuk melaporkan sesuatu tindak pidana, dilindungi oleh pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006. Dalam hal melakukan perlindungan atas hak-hak saksi da korban, pemerintah membentuk suatu lembaga yang disebut lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK). Permohonan agar terlindunginya hak-hak saksi atau korban dapat diajukan ke Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban tersebut.


[1]  Lihat Pasal 3 UU No 13 Tahun 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar