Home

3.12.2011

PENGISIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH MENURUT UU NO 32 TAHUN 2004 DAN UU NO 22 TAHUN 2009

BAB I
PENDAHULUAN
           
A.     Latar Belakang.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
B.     Rumusan masalah.
Untuk memberikan arah, penulis bermaksud membuat suatu perumusan masalah sesuai dengan arah yang menjadi tujuan dan sasaran penulisan dalam paper ini. Perumusan masalah menurut istilahnya terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang berarti ringkasan atau kependekan, dan masalah yang berarti pernyataan yang menunjukkan jarak antara rencana dengan pelaksanaan, antara harapan dengan kenyataan. Perumusan masalah dalam paper ini berisikan antara lain :
a.       Perbedaan Tata pengisian jabatan kepala daerah menurut UU no 32 tahun 2004 dan UU no 22 tahun 1999?
b.      Perbedaan pertanggung jawaban kepala daerah menurut UU no 32 tahun 2004 dan UU no 22 tahun 1999?
C.     Tujuan
Adapun  tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan tata cara pengisian dan pertanggungjawaban kepala daerah menurut UU no 32 tahun 2004 dan UU no 22 tahun 1999.
D.    Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan paper ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2. Bahan – bahan yang didapatkan melalui Intenet.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pemerintahan Daerah di Indonesia
Negara Kesatuan Repblik Indonesia sebagai negara kesatuan, menganut asas desentralisasi dalam pemerintahan, dengan memberikan keleluasaan pada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah.karena itu dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Indonesia antara lain bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah  besar dan kecil, dengan bentuk tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang[1].
Dalam pembagian kekuasaan secara vertical lazim dikenal pembagian secara territorial menunjuk pada pembagian kekuasaan antara bebearapa tingkat pemerintahan[2] . Semenetara itu pembagian kekusaan secara horizontal menunjuk pada pembagian fungsi-fungsi anatar organ-organ kenegeraan.
Pengertian Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintah Daerah dapat berupa:
a.       Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov), yang terdiri atas Gubernur dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah
b.      Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) yang terdiri atas Bupati/Walikota dan Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.
Keberadaan pemerintahan di daerah adalah merupakan suatu bentuk organisasi pemerintah yang lebih kecil atau pada tingkatan daerah yang dikatakan sebagai pemerintahan daerah. Karena itu, penyerahan kekuasaan dari rakyat pada Negara demokrasi terbagi dua.
a.       Pemerintah (eksekutif) yang diserahi kekuasaan untuk melaksanakan pengaturan berbagai kebutuhan masyarakat.
b.      Lembaga perwakilan rakyat (legislative) yaitu lembaga yang berwenang dalam hal merumuskan dan membuat aturan untuk dilaksanakan oleh pemerintah serta melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah.
Fungsi yang diemban oleh eksekutif (kepala daerah) terdiri dari tiga fingsi yaitu: fungsi eksekutif, fungsi legislative dan fungsi yudikatif. Oleh karena itu, eksekutif dalam melaksanakan system demokrasi salah satu fungsinya yang paling menonjol adalah fungsi pemerintahan. Sehingga, sejalan dengan berbagai hal tersebut di atas mendorong secara serius kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) untuk melaksanakan dan menjalankan roda pemerintahan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan pembangunan yang berkelanjutan
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat pada peraturan perundang-undangan.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas, wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan kewajibannya kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewaiban yaitu :
a.       Memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI.
b.      Meningkatkan kesejahteraan rakyat
c.       Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat.
d.      Melaksanakan kehidupan demokrasi
e.       Mentaati dan menegakkan selruh pertauran perundang-undangan
f.       Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g.      Memajukan dan  mengembangkan daya saing daerah.
h.      Melaksanakan prinsip tata pemrintahan yang bersih dan baik.
Pada saat pemilihan kepala daerah pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menggunakan fasilitas umum. KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye.
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.
Gubernur dan wakil Gubernur dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Kabupaten atau Kota.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri Keuangan dan Kepala Daerah.
Pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi yang menghasilkan penerimaan daerah. Pemerintah daerah dalam meningkatkan perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah dapat melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah. Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman pada peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan tentang dana cadangan daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. Pemerintah daerah mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
Pemerintah daerah dapat membentuk badan pengelola pembangunan di kawasan perdesaan yang direncanakan dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Pemerintah daerah mengikutsertakan masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan.

B.     Tata Cara pengisian kepala daerah menurut UU no 22 tahun 1999  dan UU no 32 tahun.
Kehadiran Undang-undang tentang Otonomi Daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menandai kelahiran paradigma baru tersebut.
Dengan berlakunya kedua Undang-undang tersebut, kewenangan didesentralisasikan ke daerah. Artinya, pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya sendiri secara bertanggungjawab. Pemerintah pusat tidak lagi mempatronasi, apalagi mendominasi mereka. Peran pemerintah pusat dalam konteks desentralisasi ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tetapi juga tidak membebani daerah secara berlebihan. Karena itu, dalam rangka otonomi daerah diperlukan kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari pemerintah pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah daerah.
Pelaksanaan tata cara pengisian kepala daerah menurut uu no 22 tahun sangat berbeda sekali dengan UU no 32 tahun 2004. Menurut pasal Undang-undang no 22 tahun 1999 semua tata cara pengisisan kepala daerah dari penetapan calon kepala daerah, pemilihan kepala daerah, penyampaian visis misi calon kepla daerah, panitia pemilihan semuanya dan lain-lain dilakukan oleh DPRD[3].
Hal ini berbeda sekali dengan undang no 32 tahun 2004 dimana tata cara pengisian kepala daerah dipilih oleh rakyat melalui pemilihan langsung kepala daerah. Sedangkan perangkat pelaksanaan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD).
Menurut Rozali Abdullah, beberapa alasan mengapa diharuskan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung[4] , adalah:
a.       Mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat
Warga masyarakat di daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari warga masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yang mereka juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka, yang hak tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.
b.      Legitimasi yang sama antar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan DPRD
Sejak Pemilu legislatif 5 april 2004, anggota DPRD dipilih secara langsung oleh rakyat melalui sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetap dipilih oleh DPRD, bukan dipilih langsung oleh rakyat, maka tingkat legitimasi yang dimiliki DPRD jauh lebih tinggi dari tingkat legitimasi yang dimiliki oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
c.       Kedudukan yang sejajar antara Kepala Daerah dan wakil daerah dengan DPRD
Pasal 16 (2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa DPRD, sebagai Badan Legislatif Daerah, berkedudukan sejajar dan menjadi mitra pemerintah daerah. Sementara itu, menurut Pasal 34 (1) UU No. 22 Tahun 1999 Kepala Daerah dipilih oleh DPRD  dan menurut pasal 32 ayat 2 jo pasal 32 ayat 3 UU No.22 Tahun 1999, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Logikanya apabila Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD maka kedudukan DPRD lebih tinggi daripada Kepala Daerah. Oleh karena itu, untuk memberikan mitra sejajar dan kedudukan sejajar antar Kepala Daerah dan DPRD maka keduanya harus sama-sama dipilih oleh rakyat.
d.      UU No.22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD
Dalam UU diatas, kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sudah dicabut.
e.       Mencegah politik uang
Sering kita mendengar isu politik uang dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah oleh DPRD. Masalah politik uang ini terjadi karena begitu besarnya wewenang yang dimiliki oleh DPRD dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Oleh karena itu, apabila dilakukan pemilihan Kepala Daerah secara langsung kemungkinan terjadinya politik uang bisa dicegah atau setidaknya dikurangi.
     Pilkada Langsung merupakan issue yang menarik karena fenomena ini mengindikasikan sebuah proses politik yang akan memperkuat demokratisasi di daerah-daerah di Indonesia dan secara de facto juga memiliki konsekuensi antara lain[5] :
a.       Meningkatnya kesadaran politik konstituen;
b.      Meningkatkan akses warga ikut mempengaruhi keputusan pemerintah daerah terutama yang berkaitan dengan kepentingan warga;
c.       Memotivasi media daerah, aktif terlibat dalam seluruh tahapan pemilihan;
d.      Mendorong berkembangnya semangat kemandirian parpol di daerah;
e.       Akan mampu menekan sikap dan perilaku DPRD yang sering menganggap dirinya sebagai satu-satunya institusi pemegang mandat rakyat yang paling representatif, oleh karena Pilkada Langsung berpotensi membatasi kekuasaan dan wewenang DPRD;
f.       Manuver DPRD yang tereduksi;
g.      Akan menghasilkan kepala daerah yang lebih berkualitas , yang diposisikan sebagai pemegang mandat rakyat;
h.      Pemerintah daerah menjadi lebih stabil, produktif dan efektif.
Ditambaha lagi dengan adanya aturan tambahan yang memeprbolehkan calon independen dalam pengisisan kepala daerah hal ini akibat Lulu Ranggalawe mengajukan permohonan dan berpendapat bahwa UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 56 ayat (2), Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) huruf a, dan (5) huruf c, ayat (6) dan Pasal 60 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dianggapnya menghilangkan makna demokrasi sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Pasal-pasal tersebut hanya memberikan hak kepada PARPOL atau gabungan PARPOL dalam mengusulkan dan atau mengajukan pasangan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah namun di sisi lain tidak memberi peluang bagi pasangan calon independen, hal ini  dikomparasikan (diperbandingkan) dengan dibolehkannya calon independen di daerah Nanggroe Aceh Darussalam [Pasal 67 ayat (1) huruf d UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh).
Berdasarkan hal tersebut, pihak Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya, menjelaskan bahwa ketentuan yang termaktub pada Pasal 67 ayat (1) huruf d UU Pemerintahan Aceh memang membuka kesempatan bagi calon perseorangan dalam proses pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah karena tidak bertentangan dengan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.
Adanya peluang dan kesempatan kepada calon perseorangan bukan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan karena keadaan darurat ketatanegaraan yang terpaksa harus dilakukan, tetapi lebih sebagai pemberian peluang oleh penyusun undang-undang dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah agar lebih demokratis. Dengan kata lain Pasal 56 ayat (1) UU No. 32/ 2004 tentang PEMDA dan Pasal 67 ayat (2) UU Pemerintahan Aceh tidak ada pelanggaran terhadap Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.
Berdasarkan kajian tersebut Mahkamah Konstitusi berketetapan bahwa pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara perseorangan di luar Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam haruslah diperkenankan/dibuka agar tidak terdapat dualisme pelaksanaan ketentuan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 karena dapat menimbulkan terlanggarnya hak warga negara yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Selain itu Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan adanya beberapa pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang hanya memberi kesempatan kepada partai politik atau gabungan partai politik dan menutup hak konstitusional calon perseorangan dalam Pilkada bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam uraiannya, Mahkamah Konstitusi menyampaikan pasal-pasal yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tersebut antara lain: Pasal 56 ayat (2) yang berbunyi, ”Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik”; Pasal 59 ayat (1) sepanjang mengenai frasa “yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”; Pasal 59 ayat (2) sepanjang mengenai frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”; Pasal 59 ayat (3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik wajib”, frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses bakal calon dimaksud”[6].
C.     Pertanggungjawaban kepala daerah menurut UU no 22 tahun 1999 dan UU no 32 tahun 2004
 Dari tinjauan organisasi dan menejemen, Kepala Daerah merupakan figur atau manejer yang menentukan efektivitas pencapaian tujuan organisasi pemerintahan daerah. Proses pemerintahan di daerah secara sinergis di tentukan oleh sejauh mana efektivitas peran yang dimainkan oleh Kepala Daerah. Dengan kata lain arah dan tujuan organisasi pemerintahan di daerah ditentukan oleh kemampuan, kompetensi dan kapabilitas Kepala Daerah dalam melaksanakan fungsi-fungsi administrasi atau menejerial, kepemimpinan, pembinaan, dan pelayanan, serta tugas-tugas lain yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab Kepala Daerah[7].
Dengan adanya pelaksanaan Otonomi Daerah, peranan lain dari seorang Kepala Daerah yaitu diharapkan mampu memahami perubahan yang terjadi secara cepat dan tepat dalam prespektif nasioanl maupun internasional. Keberhasilan untuk menyesuaikan perubahan akan sangat ditentukan oleh kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) sejauh mana dapat mengembangkan visi dan misi. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Dearah mempunyai peran juga dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerinta pusat dan daerah serta antar daerah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut diperlukan kepala daerah yang mampu mengembangkan inovasi, berwawasan kedepan dan siap melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999,  pertanggungjawaban kepala daerah kepada DPRD merupakan kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat tetapi untuk gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus melporkan pertanggungjawabannya ke pusat juga. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 seorang Kepala Dearah seseorang kepala daerah dapat memperbaiki laopran tersebut selam 30 hari, Sedangkan dalam uu no 32 tahun 2004 tidak pengaturan mengenai waktu memperbaiki penolakan laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah. Dan pada UU nomor 22 tahun 1999 seorang Kepala Dearah dapat diusulkan untuk diberhentikan oleh DPRD kepada Presiden, karena Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah yang bersangkutan ditolak untuk kedua kalinya oleh DPRD[8].
Dalam UU no 32 tahun 2004 dan pengaturan yang berada di bawah Undang-Undang lebih terperinci dalam mengenai bentuk” laporan pertanggungjawaban yang antara lain :
a.       Kepala Daereah menyampaikan Lap. Pertanggungjawaban kepada DPRD mengenai :
o   Pengelolaan Keuangan Daerah
o   Kinerja Keuangan Daerah dari segi efesiensi danefektifitas keuangan dalam pelaksanaan             desentralisasi
b.      DPRD dalam sidang pleno terbuka menerima atau menolak dengan meminta untuk menyempurnakan laporan pertanggungjawaban dimaksud.
c.       Laporan Pertanggung jawaban keuangan daerah merupakan dokumen daerah. (PP 105 Th 2000 No. 24)
d.      Kepala Daerah mempunyai kewajiban juga memberikan laporan keterangan pertanggung jawaban kepada DPRD
e.       Pelaksanaan ketentuan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah (UU 32 Th 2004 No. 27 ayat 2)
f.       Kepala Daerah mempunyai kewajiban juga untuk membuat laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan laporan pertanggung jawaban kepada DPRD
g.      Laporan PPD disampaikan kepada Presiden  (untuk Pemprov) atau kepada Gubernur (untuk Pemkab/Kas) dalam setahun
h.      Laporan tersebut (LPPD & LKPJ) digunakan oleh pemerintah sebagai dasar untuk melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai pembinaan lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i.        Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud diatur dalam PP.
j.        Kepala Daerah menginformasikan LPPD kepada masyarakat yang dimaksudkan dengan menginformasikan adalah dilakukan melalui media massa yang tersedia di daerah  dan dapat diakses oleh publik sesuai peraturan perundangan. (UU 32/2004 No. 27 butir 2 sd 5)..
BAB III
PENUTUP
Di dalam negara yang menganut asas demokrasi kedudukan rakyat sangat penting, sebab di dalam negara tersebut rakyatlah yang memegang kedaulatan yaitu kekuasaan yang mengatasi warga negara dan anak buah, malahan di atas Undang- undang atau, dengan kata lain kedaulatan adalah kekuasaan yang penuh dan langgeng kepunyaan suatu republik.
Pendapat yang menyatakan bahwa seharusnya masyarakat terlibat penuh dalam seluruh proses pengambilan keputusan politik di daerah seolah menjadi pemicu bergulirnya wacana pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkadasung) menyusul sukses pemilihan umum 2004, yang merupakan pemilihan umum yang oleh masyarakat internasional diakui sebagai pemilihan paling rumit di dunia, di mana untuk pertama kalinya dalam sejarah politik di Indonesia, Presiden dipilih secara langsung.
Tak pelak issue mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung yang lahir dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menjadi wacana penting dalam dinamika otonomi daerah. Karena pemilihan kepala daerah secara langsung oleh sebagian kalangan yang optimistis dipandang sebagai bagian penting untuk meningkatkan kualitas otonomi, terutama dalam mendorong demokratisasi di daerah, meski tidak sedikit pula yang pesimis bahkan skeptis.
Kedudukan dan peranan Kepala Daerah dengan beragam penyebutan seperti Gubernur, Bupati, Walikota telah menunjukan eksistensinya, baik sebagai pemimpin organisasi pemerintahan yang mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, maupun dalam memimpin organisasi pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, serta dalam menghadapi konflik, gejolak dan permasalahan pemerintahan di Daerah, Kepala Daerah secara terus menerus dihadapakan pada tuntutan dan tantangn baik secara internal maupun eksternal, yang harus direspon dan diantisipasi sekaligus merupakan ujian terhadap kapabilitas dan kompetensi seorang Kepala Daerah itu sendiri.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah mengakibatkan akan merubah pula bentuk pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Kepala Daerah. Sebagaimana diketahui bahwa setiap pejabat publik yang dipilih maupun diangkat untuk kepentingan publik serta menggunakan dana publik wajib mempertanggungjawabkan kegiatannya. pertanggungjawaban tersebut pada dasarnya merupakan perwujudan dari KONTRAK SOSIAL yang dibuatnya dengan pemilik kedaulatan (rakyat).
Bagi pejabat publik yang dipilih, mekanisme pertanggungjawabannya akan mengikuti mekanisme pemilihannya. Prinsip yang digunakan adalah Mereka Yang Dipilih Bertanggungjawab Kepada Yang Memilih. Dengan demikian sesuai payung hukum tentang Pemerintahan Daerah yaitu UU 32 tahun 2004 maka kepala daerah memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah Pusat (Pasal 27 ayat 2 & 3 UU 32/2004). Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, kepala daerah diawasi oleh DPRD serta memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD. Sedangkan kepada masyarakat, kepala daerah wajib memberikan laporan mengenai informasi laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 27 ayat 2 & 3 UU 32/2004).
DAFTAR PUSTAKA
-Dr. Juanda, SH.MH, hukum pemerintahan daerah pasang surut hubungan kewenangan antara DPRD dan kepala daerah, Alumni, Bandung 2004
-Abdullah. Razali, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung, Jakarta, RajaGrafindo Persada, Hlm. 37
- J.Kaloh, 2003, KEPALA DAERAH Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 4.
-   Khudzaifah Dimyati, Pilkada Langsung : Sebuah Proses Penguatan Kesadaran Politik Masyarakat?, Makalah dalam “Workshop” bagi anggota DPRD Ngawi yang disampaikan pada tanggal 22 s/d 23 Desember 2004
- peraturan Perundangan yang antar lain
ü  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
ü  Peraturan Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah.
ü  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
ü  Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_daerah_di_Indonesia


[1] Dr. Juanda, SH.MH, hukum pemerintahan daerah pasang surut hubungan kewenangan antara DPRD dan kepala daerah, Alumni, Bandung 2004
[2] Rumusan yang terdapat dalam UUD 1945, hal itu tampak digariskan dalam ketetntuan pasal 1 ayat (1) jo pasal 18 dan pasal 18 A perubahan kedua UUD 1945.
[3] Terlihat dalam pasl 34 sampai dengan 40-39 Undang-undang no 22 tahun 1999.
[4] Lihat: Rozali Abdullah, pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Derah secara Langsung, PT Raja Grafindo, 2005, hlm 53-55
[5] Khudzaifah Dimyati, Pilkada Langsung : Sebuah Proses Penguatan Kesadaran Politik Masyarakat?, Makalah dalam “Workshop” bagi anggota DPRD Ngawi yang disampaikan pada tanggal 22 s/d 23 Desember 2004
[6] Lihat di http://www.forum-politisi.org/artikel/article.php?id=485
[7] J.Kaloh, 2003, KEPALA DAERAH Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 4.
[8]  Abdullah. Razali, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah secara Langsung, Jakarta, RajaGrafindo Persada, Hlm. 37

Tidak ada komentar:

Posting Komentar