Home

3.12.2011

Pembuktian Hukum Acara Mahakamh Konstitusi dan Hukum Acara Perdata

Pembuktia Hukum Acara Mahkamah Konstitusi
            Dalam suatu proses peradilan, pembuktian merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan pihah-pihak yang berperkara. Menang atau kalahnya para pihak yang berperkara ditentukan dalam tahap pembuktian karena pembuktian merupakan landasan bagi para hakim dalam menentukan memutuskan suatu perkara. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh putusan hakimy yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Atau dengan kata lain tujuan pembuktian adalah mencari atau menemukan suatu kebenran yang digunakan sebagai dasar putusan hakim yang mempunyai akibat hukum.
Alat-alat bukti
            Ketentuan pembktian yang berlaku dalam lingkungan Mahkamah lingkungan terdapat dalam pasal 36 smapai dengan 39 UU MK.
            Dalam pasal 36 ayat 1 disebutkan ada enam macam alat bukti yang digunakan yaitu :
·         Surat atau tulisan
·         Keterangan saksi
·         Keterangan ahli
·         Keterangan para pihak
·         Petunjuk dan
·         Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang seupa dengan itu.

Pembuktian Hukum Acara Perdata
Dalam suatu proses perdata, salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum inilah yang harus terbukti apabila penggugat mengiginkan kemenangan dalam suatu perkara. Apabila penggugat tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila berhasil, maka gugatannya akan dikabulkan.
Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan harus dibuktikan kebenarannya, untuk dalil-dalil yang tidak disangkal, apabila diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, maka tidak perlu dibuktikan lagi.
         hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diakui
         hal-hal/keadaan-keadaan yang tidak disangkal
         hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diketahui oleh khalayak ramai (notoire feiten/fakta notoir). Atau hal-hal yang secara kebetulan telah diketahui sendiri oleh hakim. Fakta notoir misalnya, bahwa pada hari Minggu semua kantor pemerintah tutup, dan bahwa harga tanah di Jakarta lebih mahal dari di desa.
Alat-alat Bukti
Menurut KUHS pasal 1865 dab RIB pasal 163, bahwa barang siapa menyatakan mempunyai hak atau menyebutkan sesuatu peristiwa, maka ia harus membuktikan adanya hak itu atau adanya peristiwa tersebut.
Berhubungan dengan itu dalam Hukum Acara Perdata dikenal dengan 5 macam alat pembuktian (cara pembuktian) yaitu :
A.   Bukti Tertulis
B.   Bukti Saksi / Kesaksian
C.   Persangkaan
D.   Pengakuan
E.   Sumpah
Berikut Keterangan selengkapnya:
1. Alat bukti tertulis atau surat-surat
Surat-surat dapat dibagi dalam surat-surat akte dan surat-surat lain. Surat akte ialah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal atau peristiwa, karenanya suatu akte harus selalu ditandatangani.
Surat akte dibagi 2 yaitu:
·         Suatu akte resmi (authentiek) ialah suatu akte yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akte tesebut. Pejabat umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, Pegawai Pencatatan Sipil, dsb.
·         Suatu akte di bawah tangan (onderhands) ialah tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantara seorang pejabat umum. Misalnya, surat perjanjian jual-beli atau sewa menyewa yang dibuat sendiri dan ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu..
·         Tulisan-Tulisan Lain : Tulisan lain merupakan tulisan yang bukan akte seperti surat, faktur, catatan yang dibuat oleh suatu pihak, dsb. Yang kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim, hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai kebenarannya.
2. Kesaksian
Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salahsatu pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan. Suatu kesaksian, harus mengenai peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang dialami sendiri oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar saja tentang adanya peristiwa dari orang lain.
Dalam proses peradilan perkara perdata dikenal adanya Testimonium de auditu yaitu keterangan saksi yang diperolehnya dari pihak lain yang melihat dan mengetahui adanya suatu peristiwa namun pihak yang mengetahui tersebut tidak bersaksi di pengadilan melainkan menceritakan pengetahuannya kepada saksi. Misalnya, pihak ketiga mengetahui secara langsung bahwa kedua belah pihak yang berperkara pernah mengadakan perjanjian hutang piutang. Kemudian pihak ketiga ini menceritakan pengetahuannya kepada saksi. Di persidangan saksi memberikan kesaksian bahwa ia mendengar dari pihak ketiga bahwa telah terjadi perjanjian utang piutang antara kedua belah pihak.
3. Persangkaan
Persangkan ialah suatu kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa lain yang dibuktikan juga telah terjadi
Persangkaan ada 2, yaitu:
·         Persangkaan yang ditetapkan oleh undang-undang (watterlijk vermoeden),
·         Pada hakekatnya merupakan suatu pembebasan dari kewajiban membuktikan suatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang berperkara. Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang berturut-turut. Menurut UU menimbulkan suatu persangkaan, bahwa uang sewa untuk waktu yang sebelumnya juga telah dibayar olehnya.
·         Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim (rechtelijk vermoeden)
·         Terdapat pada pemeriksaan suatu perkara dimana tidak terdapat saksi-saksi yang dengan mata kepalanya sendiri telah melihat peristiwa itu. Misalnya, dalam suatu perkara dimana seorang suami mendakwa istrinya berbuat zina dengan lelaki lain. Hal ini tentunya sangat sukar memperoleh saksi-saksi yang melihat dengan mata kepalanya sendiri perbuatan zina itu. Akan tetapi, jika ada saksi-saksi yang melihat si istri itu menginap dalan satu kamar dengan seorang lelaki sedangkan didalam kamar tersebut hanya ada satu buah tempat tidur saja, maka dari keterangan saksi-saksi itu hakim dapat menetapkan suatu persangkaan bahwa kedua orang itu sudah melakukan perbuatan zina. Dan memang dalam perbuatan zina itu lazimnya hanya dapat dibuktikan dengan persangkaan.
4. Pengakuan
Pengakuan dapat diberikan dimuka hakim di persidangan atau diluar persidangan. Pengakuan dimuka hakim di persidangan merupakan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas dan dinyatakan oleh salahsatu pihak dalam perkara di persidangan, yang membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubungan hokum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.
Pengakuan merupakan keterangan sepihak, karena tidak memerlukan persetujuan pihak lawan.
5. Sumpah
Sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum olehNya.
Ada 2 macam sumpah:
·         Sumpah pelengkap (suppletoir) Ialah suatu sumpah yang diperintahkan oleh hakim pada salah satu pihak yang beperkara apabila hakim itu barpendapat bahwa didalam suatu perkara sudah terdapat suatu ”permulaan pembuktian”, yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti yang terdapat itu.
Sumpah pemutus yang bersifat menentukan (decicoir) ialah sumpah yang diperintahkan oleh salah satu pihak yang berperkara kepada pihak lawan dengan maksud untuk mengakhiri perkara yang sedang diperiksa oleh hakim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar