Pembuktia Hukum Acara
Mahkamah Konstitusi
Dalam suatu proses peradilan, pembuktian merupakan hal
yang penting dalam menentukan keberhasilan pihah-pihak yang berperkara. Menang
atau kalahnya para pihak yang berperkara ditentukan dalam tahap pembuktian karena
pembuktian merupakan landasan bagi para hakim dalam menentukan memutuskan suatu
perkara. Dengan demikian tujuan pembuktian adalah untuk memperoleh putusan
hakimy yang didasarkan atas pembuktian tersebut. Atau dengan kata lain tujuan
pembuktian adalah mencari atau menemukan suatu kebenran yang digunakan sebagai
dasar putusan hakim yang mempunyai akibat hukum.
Alat-alat bukti
Ketentuan pembktian yang berlaku dalam lingkungan
Mahkamah lingkungan terdapat dalam pasal 36 smapai dengan 39 UU MK.
Dalam pasal 36 ayat 1 disebutkan ada enam macam alat
bukti yang digunakan yaitu :
·
Surat atau tulisan
·
Keterangan saksi
·
Keterangan ahli
·
Keterangan para pihak
·
Petunjuk dan
·
Alat bukti lain yang berupa informasi yang
diucapkan, dikirimkan diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat
optic atau yang seupa dengan itu.
Pembuktian Hukum Acara
Perdata
Dalam suatu proses perdata,
salah satu tugas hakim adalah untuk menyelidiki apakah suatu hubungan hukum
yang menjadi dasar gugatan benar-benar ada atau tidak. Adanya hubungan hukum
inilah yang harus terbukti apabila penggugat mengiginkan kemenangan dalam suatu
perkara. Apabila penggugat tidak berhasil membuktikan dalil-dalilnya yang
menjadi dasar gugatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila
berhasil, maka gugatannya akan dikabulkan.
Tidak semua dalil yang menjadi dasar gugatan
harus dibuktikan kebenarannya, untuk dalil-dalil yang tidak disangkal, apabila
diakui sepenuhnya oleh pihak lawan, maka tidak perlu dibuktikan lagi.
•
hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diakui
•
hal-hal/keadaan-keadaan yang tidak disangkal
•
hal-hal/keadaan-keadaan yang telah diketahui
oleh khalayak ramai (notoire feiten/fakta notoir). Atau hal-hal yang secara
kebetulan telah diketahui sendiri oleh hakim. Fakta notoir misalnya, bahwa pada
hari Minggu semua kantor pemerintah tutup, dan bahwa harga tanah di Jakarta
lebih mahal dari di desa.
Alat-alat Bukti
Menurut KUHS pasal 1865 dab
RIB pasal 163, bahwa barang siapa menyatakan mempunyai hak atau menyebutkan
sesuatu peristiwa, maka ia harus membuktikan adanya hak itu atau adanya
peristiwa tersebut.
Berhubungan dengan itu dalam Hukum Acara
Perdata dikenal dengan 5 macam alat pembuktian (cara pembuktian) yaitu :
A.
Bukti Tertulis
B.
Bukti Saksi / Kesaksian
C.
Persangkaan
D.
Pengakuan
E.
Sumpah
Berikut Keterangan selengkapnya:
1. Alat bukti tertulis atau
surat-surat
Surat-surat dapat dibagi
dalam surat-surat akte dan surat-surat lain. Surat akte ialah suatu tulisan
yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu hal atau peristiwa, karenanya
suatu akte harus selalu ditandatangani.
Surat akte dibagi 2 yaitu:
·
Suatu akte resmi (authentiek) ialah suatu
akte yang dibuat oleh atau dihadapan seorang pejabat umum yang menurut
undang-undang ditugaskan untuk membuat surat-surat akte tesebut. Pejabat umum
yang dimaksud adalah notaris, hakim, jurusita pada suatu pengadilan, Pegawai
Pencatatan Sipil, dsb.
·
Suatu akte di bawah tangan (onderhands) ialah
tiap akte yang tidak dibuat oleh atau dengan perantara seorang pejabat umum.
Misalnya, surat perjanjian jual-beli atau sewa menyewa yang dibuat sendiri dan
ditandatangani sendiri oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian itu..
·
Tulisan-Tulisan Lain : Tulisan lain merupakan
tulisan yang bukan akte seperti surat, faktur, catatan yang dibuat oleh suatu
pihak, dsb. Yang kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada pertimbangan hakim,
hakim leluasa untuk mempercayai atau tidak mempercayai kebenarannya.
2. Kesaksian
Kesaksian adalah kepastian
yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan
dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan
salahsatu pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan. Suatu kesaksian,
harus mengenai peristiwa-peristiwa yang dilihat dengan mata sendiri atau yang
dialami sendiri oleh seorang saksi. Jadi tidak boleh saksi itu hanya mendengar
saja tentang adanya peristiwa dari orang lain.
Dalam proses peradilan
perkara perdata dikenal adanya Testimonium de auditu yaitu keterangan saksi
yang diperolehnya dari pihak lain yang melihat dan mengetahui adanya suatu
peristiwa namun pihak yang mengetahui tersebut tidak bersaksi di pengadilan
melainkan menceritakan pengetahuannya kepada saksi. Misalnya, pihak ketiga
mengetahui secara langsung bahwa kedua belah pihak yang berperkara pernah
mengadakan perjanjian hutang piutang. Kemudian pihak ketiga ini menceritakan
pengetahuannya kepada saksi. Di persidangan saksi memberikan kesaksian bahwa ia
mendengar dari pihak ketiga bahwa telah terjadi perjanjian utang piutang antara
kedua belah pihak.
3. Persangkaan
Persangkan ialah suatu
kesimpulan yang diambil dari suatu peristiwa yang sudah terang dan nyata. Dari
peristiwa yang terang dan nyata ini ditarik kesimpulan bahwa suatu peristiwa
lain yang dibuktikan juga telah terjadi
Persangkaan ada 2, yaitu:
·
Persangkaan yang ditetapkan oleh
undang-undang (watterlijk vermoeden),
·
Pada hakekatnya merupakan suatu pembebasan
dari kewajiban membuktikan suatu hal untuk keuntungan salah satu pihak yang
berperkara. Misalnya, adanya tiga kwitansi pembayaran sewa rumah yang
berturut-turut. Menurut UU menimbulkan suatu persangkaan, bahwa uang sewa untuk
waktu yang sebelumnya juga telah dibayar olehnya.
·
Persangkaan yang ditetapkan oleh hakim
(rechtelijk vermoeden)
·
Terdapat pada pemeriksaan suatu perkara
dimana tidak terdapat saksi-saksi yang dengan mata kepalanya sendiri telah
melihat peristiwa itu. Misalnya, dalam suatu perkara dimana seorang suami
mendakwa istrinya berbuat zina dengan lelaki lain. Hal ini tentunya sangat
sukar memperoleh saksi-saksi yang melihat dengan mata kepalanya sendiri
perbuatan zina itu. Akan tetapi, jika ada saksi-saksi yang melihat si istri itu
menginap dalan satu kamar dengan seorang lelaki sedangkan didalam kamar
tersebut hanya ada satu buah tempat tidur saja, maka dari keterangan saksi-saksi
itu hakim dapat menetapkan suatu persangkaan bahwa kedua orang itu sudah
melakukan perbuatan zina. Dan memang dalam perbuatan zina itu lazimnya hanya
dapat dibuktikan dengan persangkaan.
4. Pengakuan
Pengakuan dapat diberikan
dimuka hakim di persidangan atau diluar persidangan. Pengakuan dimuka hakim di
persidangan merupakan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas
dan dinyatakan oleh salahsatu pihak dalam perkara di persidangan, yang
membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau
hubungan hokum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan
lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.
Pengakuan merupakan keterangan sepihak,
karena tidak memerlukan persetujuan pihak lawan.
5. Sumpah
Sumpah pada umumnya adalah
suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi
janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat mahakuasa daripada Tuhan, dan
percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan
dihukum olehNya.
Ada 2 macam sumpah:
·
Sumpah pelengkap (suppletoir) Ialah suatu
sumpah yang diperintahkan oleh hakim pada salah satu pihak yang beperkara
apabila hakim itu barpendapat bahwa didalam suatu perkara sudah terdapat suatu
”permulaan pembuktian”, yang perlu ditambah dengan penyumpahan, karena
dipandang kurang memuaskan untuk menjatuhkan putusan atas dasar bukti-bukti
yang terdapat itu.
Sumpah pemutus yang
bersifat menentukan (decicoir) ialah sumpah yang diperintahkan oleh salah satu
pihak yang berperkara kepada pihak lawan dengan maksud untuk mengakhiri perkara
yang sedang diperiksa oleh hakim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar