BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.
Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi itu
dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
Pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. Pemerintahan daerah
berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Susunan dan tata cara
penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pemerintahan daerah
provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan
Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan
Kota dipilih secara demokratis.
Hubungan wewenang
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota
atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Hubungan keuangan, pelayanan
umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras
berdasarkan undang-undang.
Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
B.
Rumusan masalah.
Untuk memberikan arah,
penulis bermaksud membuat suatu perumusan masalah sesuai dengan arah yang
menjadi tujuan dan sasaran penulisan dalam paper ini. Perumusan masalah menurut
istilahnya terdiri atas dua kata yaitu rumusan yang berarti ringkasan atau
kependekan, dan masalah yang berarti pernyataan yang menunjukkan jarak antara
rencana dengan pelaksanaan, antara harapan dengan kenyataan. Perumusan masalah
dalam paper ini berisikan antara lain :
a. Perbedaan
Tata pengisian jabatan kepala daerah menurut UU no 32 tahun 2004 dan UU no 22
tahun 1999?
b. Perbedaan
pertanggung jawaban kepala daerah menurut UU no 32 tahun 2004 dan UU no 22
tahun 1999?
C.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk
mengetahui perbedaan tata cara pengisian dan pertanggungjawaban kepala daerah
menurut UU no 32 tahun 2004 dan UU no 22 tahun 1999.
D.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang
digunakan dalam penulisan paper ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan
jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penelitian.
2. Bahan – bahan yang
didapatkan melalui Intenet.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemerintahan
Daerah di Indonesia
Negara
Kesatuan Repblik Indonesia sebagai negara kesatuan, menganut asas
desentralisasi dalam pemerintahan, dengan memberikan keleluasaan pada daerah
untuk menyelenggarakan otonomi daerah.karena itu dalam pasal 18 Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia antara lain bahwa pembagian daerah Indonesia atas
daerah besar dan kecil, dengan bentuk
tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Dalam
pembagian kekuasaan secara vertical lazim dikenal pembagian secara territorial
menunjuk pada pembagian kekuasaan antara bebearapa tingkat pemerintahan
. Semenetara itu pembagian kekusaan secara horizontal menunjuk pada pembagian
fungsi-fungsi anatar organ-organ kenegeraan.
Pengertian
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip
otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintah Daerah dapat
berupa:
a. Pemerintah
Daerah Provinsi (Pemprov), yang terdiri atas Gubernur dan Perangkat Daerah,
yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah
b. Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota (Pemkab/Pemkot) yang terdiri atas Bupati/Walikota dan
Perangkat Daerah, yang meliputi Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis
Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan.
Keberadaan pemerintahan di daerah
adalah merupakan suatu bentuk organisasi pemerintah yang lebih kecil atau pada
tingkatan daerah yang dikatakan sebagai pemerintahan daerah. Karena itu,
penyerahan kekuasaan dari rakyat pada Negara demokrasi terbagi dua.
a. Pemerintah
(eksekutif) yang diserahi kekuasaan untuk melaksanakan pengaturan berbagai
kebutuhan masyarakat.
b. Lembaga
perwakilan rakyat (legislative) yaitu lembaga yang berwenang dalam hal
merumuskan dan membuat aturan untuk dilaksanakan oleh pemerintah serta
melakukan pengawasan atas tindakan-tindakan pemerintah.
Fungsi yang diemban oleh
eksekutif (kepala daerah) terdiri dari tiga fingsi yaitu: fungsi eksekutif,
fungsi legislative dan fungsi yudikatif. Oleh karena itu, eksekutif dalam
melaksanakan system demokrasi salah satu fungsinya yang paling menonjol adalah
fungsi pemerintahan. Sehingga, sejalan dengan berbagai hal tersebut di atas
mendorong secara serius kepala daerah (gubernur, bupati dan walikota) untuk
melaksanakan dan menjalankan roda pemerintahan guna mewujudkan masyarakat yang sejahtera
dan pembangunan yang berkelanjutan
Dalam menyelenggarakan
otonomi, daerah mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban tersebut
diwujudkan dalam bentuk rencana kerja pemerintahan daerah dan dijabarkan dalam
bentuk pendapatan, belanja, dan pembiayaan daerah yang dikelola dalam sistem
pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah dimaksud dilakukan
secara efisien, efektif, transparan, akuntabel, tertib, adil, patut, dan taat
pada peraturan perundang-undangan.
Setiap daerah dipimpin oleh
kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah untuk
provinsi disebut gubernur, untuk kabupaten disebut bupati dan untuk kota adalah
walikota. Kepala daerah dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah, untuk
provinsi disebut wakil Gubernur, untuk kabupaten disebut wakil bupati dan untuk
kota disebut wakil walikota. Kepala dan wakil kepala daerah memiliki tugas,
wewenang dan kewajiban serta larangan. Kepala daerah juga mempunyai kewajiban
untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah,
dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
Dalam melaksanakan
kewajibannya kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewaiban yaitu :
a. Memegang
teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta memelihara dan
mempertahankan keutuhan NKRI.
b. Meningkatkan
kesejahteraan rakyat
c. Memelihara
ketentraman dan ketertiban masyarakat.
d. Melaksanakan
kehidupan demokrasi
e. Mentaati
dan menegakkan selruh pertauran perundang-undangan
f. Menjaga
etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g. Memajukan
dan mengembangkan daya saing daerah.
h. Melaksanakan
prinsip tata pemrintahan yang bersih dan baik.
Pada saat pemilihan kepala
daerah pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon
untuk menggunakan fasilitas umum. KPUD berkoordinasi dengan pemerintah daerah
untuk menetapkan lokasi pemasangan alat peraga untuk keperluan kampanye.
Kepala daerah dan wakil
kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga negara Republik
Indonesia yang memenuhi syarat tertentu.
Gubernur dan wakil Gubernur
dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD
Provinsi. Bupati dan wakil bupati atau walikota dan wakil walikota dilantik
oleh Gubernur atas nama Presiden dalam sebuah sidang DPRD Kabupaten atau Kota.
Pemerintah daerah dapat
melakukan pinjaman yang bersumber dari Pemerintah, pemerintah daerah lain,
lembaga keuangan bank, lembaga keuangan bukan bank, dan masyarakat untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pemerintah daerah dapat
melakukan pinjaman yang berasal dari penerusan pinjaman hutang luar negeri dari
Menteri Keuangan atas nama Pemerintah setelah memperoleh pertimbangan Menteri
Dalam Negeri. Perjanjian penerusan pinjaman tersebut dilakukan antara Menteri
Keuangan dan Kepala Daerah.
Pemerintah daerah dengan
persetujuan DPRD dapat menerbitkan obligasi daerah untuk membiayai investasi
yang menghasilkan penerimaan daerah. Pemerintah daerah dalam meningkatkan
perekonomian daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada
masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda dengan berpedoman pada
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah dapat
melakukan penyertaan modal pada suatu Badan Usaha Milik Pemerintah dan/atau
milik swasta. Penyertaan modal tersebut dapat ditambah, dikurangi, dijual
kepada pihak lain, dan/atau dapat dialihkan kepada badan usaha milik daerah.
Pemerintah daerah dapat memiliki BUMD yang pembentukan, penggabungan, pelepasan
kepemilikan, dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Perda yang berpedoman
pada peraturan perundangundangan.
Pemerintah daerah dapat
membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu yang dananya tidak
dapat disediakan dalam satu tahun anggaran. Pengaturan tentang dana cadangan
daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah daerah wajib
melaporkan posisi surplus/defisit APBD kepada Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berjalan. Pemerintah daerah
mengajukan rancangan Perda tentang perubahan APBD, disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD.
Pemerintah daerah dapat
membentuk badan pengelola pembangunan di kawasan perdesaan yang direncanakan
dan dibangun menjadi kawasan perkotaan. Pemerintah daerah mengikutsertakan
masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan
pembangunan, dan pengelolaan kawasan perkotaan.
B. Tata
Cara pengisian kepala daerah menurut UU no 22 tahun 1999 dan UU no 32 tahun.
Kehadiran Undang-undang
tentang Otonomi Daerah yaitu Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menandai kelahiran
paradigma baru tersebut.
Dengan berlakunya kedua
Undang-undang tersebut, kewenangan didesentralisasikan ke daerah. Artinya,
pemerintah dan masyarakat di daerah dipersilahkan mengurus rumah tangganya
sendiri secara bertanggungjawab. Pemerintah pusat tidak lagi mempatronasi,
apalagi mendominasi mereka. Peran pemerintah pusat dalam konteks desentralisasi
ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi dan mengevaluasi
pelaksanaan otonomi daerah. Peran ini tidak ringan, tetapi juga tidak membebani
daerah secara berlebihan. Karena itu, dalam rangka otonomi daerah diperlukan
kombinasi yang efektif antara visi yang jelas serta kepemimpinan yang kuat dari
pemerintah pusat, dengan keleluasaan berprakarsa dan berkreasi dari pemerintah
daerah.
Pelaksanaan tata cara pengisian
kepala daerah menurut uu no 22 tahun sangat berbeda sekali dengan UU no 32
tahun 2004. Menurut pasal Undang-undang no 22 tahun 1999 semua tata cara
pengisisan kepala daerah dari penetapan calon kepala daerah, pemilihan kepala
daerah, penyampaian visis misi calon kepla daerah, panitia pemilihan semuanya
dan lain-lain dilakukan oleh DPRD.
Hal ini berbeda sekali dengan
undang no 32 tahun 2004 dimana tata cara pengisian kepala daerah dipilih oleh
rakyat melalui pemilihan langsung kepala daerah. Sedangkan perangkat
pelaksanaan pemilihan kepala daerah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah
(KPUD).
Menurut Rozali Abdullah,
beberapa alasan mengapa diharuskan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah secara langsung
, adalah:
a. Mengembalikan
kedaulatan ke tangan rakyat
Warga masyarakat di daerah merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari warga masyarakat Indonesia secara keseluruhan, yang
mereka juga berhak atas kedaulatan yang merupakan hak asasi mereka, yang hak
tersebut dijamin dalam konstitusi kita Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945. Oleh karena itu, warga masyarakat di daerah, berdasarkan
kedaulatan yang mereka punya, diberikan hak untuk menentukan nasib daerahnya
masing-masing, antara lain dengan memilih Kepala Daerah secara langsung.
b. Legitimasi
yang sama antar Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dengan DPRD
Sejak
Pemilu legislatif 5 april 2004, anggota DPRD dipilih secara langsung oleh
rakyat melalui sistem proporsional dengan daftar calon terbuka. Apabila Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah tetap dipilih oleh DPRD, bukan dipilih langsung
oleh rakyat, maka tingkat legitimasi yang dimiliki DPRD jauh lebih tinggi dari
tingkat legitimasi yang dimiliki oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
c. Kedudukan
yang sejajar antara Kepala Daerah dan wakil daerah dengan DPRD
Pasal 16
(2) UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa DPRD,
sebagai Badan Legislatif Daerah, berkedudukan sejajar dan menjadi mitra
pemerintah daerah. Sementara itu, menurut Pasal 34 (1) UU No. 22 Tahun 1999
Kepala Daerah dipilih oleh DPRD dan
menurut pasal 32 ayat 2 jo pasal 32 ayat 3 UU No.22 Tahun 1999, Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD. Logikanya apabila Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab kepada DPRD maka kedudukan
DPRD lebih tinggi daripada Kepala Daerah. Oleh karena itu, untuk memberikan
mitra sejajar dan kedudukan sejajar antar Kepala Daerah dan DPRD maka keduanya
harus sama-sama dipilih oleh rakyat.
d. UU No.22
Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD
Dalam UU
diatas, kewenangan DPRD untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
sudah dicabut.
e. Mencegah
politik uang
Sering
kita mendengar isu politik uang dalam proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah oleh DPRD. Masalah politik uang ini terjadi karena begitu
besarnya wewenang yang dimiliki oleh DPRD dalam proses pemilihan Kepala Daerah
dan Wakil Kepala Daerah. Oleh karena itu, apabila dilakukan pemilihan Kepala
Daerah secara langsung kemungkinan terjadinya politik uang bisa dicegah atau
setidaknya dikurangi.
Pilkada Langsung merupakan issue yang menarik karena fenomena
ini mengindikasikan sebuah proses politik yang akan memperkuat demokratisasi di
daerah-daerah di Indonesia dan secara de facto juga memiliki konsekuensi antara
lain
:
a. Meningkatnya
kesadaran politik konstituen;
b. Meningkatkan
akses warga ikut mempengaruhi keputusan pemerintah daerah terutama yang
berkaitan dengan kepentingan warga;
c. Memotivasi
media daerah, aktif terlibat dalam seluruh tahapan pemilihan;
d. Mendorong
berkembangnya semangat kemandirian parpol di daerah;
e. Akan
mampu menekan sikap dan perilaku DPRD yang sering menganggap dirinya sebagai
satu-satunya institusi pemegang mandat rakyat yang paling representatif, oleh
karena Pilkada Langsung berpotensi membatasi kekuasaan dan wewenang DPRD;
f. Manuver
DPRD yang tereduksi;
g. Akan
menghasilkan kepala daerah yang lebih berkualitas , yang diposisikan sebagai
pemegang mandat rakyat;
h. Pemerintah
daerah menjadi lebih stabil, produktif dan efektif.
Ditambaha lagi dengan adanya
aturan tambahan yang memeprbolehkan calon independen dalam pengisisan kepala
daerah hal ini akibat Lulu Ranggalawe mengajukan permohonan dan berpendapat
bahwa UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Pasal 56 ayat (2),
Pasal 59 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) huruf a, dan (5)
huruf c, ayat (6) dan Pasal 60 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5),
dianggapnya menghilangkan makna demokrasi sebagaimana yang diamanatkan pada
Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Pasal-pasal tersebut hanya memberikan hak kepada
PARPOL atau gabungan PARPOL dalam mengusulkan dan atau mengajukan pasangan
calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah namun di sisi lain tidak memberi
peluang bagi pasangan calon independen, hal ini
dikomparasikan (diperbandingkan) dengan dibolehkannya calon independen
di daerah Nanggroe Aceh Darussalam [Pasal 67 ayat (1) huruf d UU No. 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh (UU Pemerintahan Aceh).
Berdasarkan hal tersebut,
pihak Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya, menjelaskan bahwa
ketentuan yang termaktub pada Pasal 67 ayat (1) huruf d UU Pemerintahan Aceh
memang membuka kesempatan bagi calon perseorangan dalam proses pencalonan
kepala daerah dan wakil kepala daerah karena tidak bertentangan dengan Pasal 18
Ayat (4) UUD 1945.
Adanya peluang dan kesempatan
kepada calon perseorangan bukan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan karena
keadaan darurat ketatanegaraan yang terpaksa harus dilakukan, tetapi lebih
sebagai pemberian peluang oleh penyusun undang-undang dalam pelaksanaan
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah agar lebih demokratis. Dengan
kata lain Pasal 56 ayat (1) UU No. 32/ 2004 tentang PEMDA dan Pasal 67 ayat (2)
UU Pemerintahan Aceh tidak ada pelanggaran terhadap Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945.
Berdasarkan kajian tersebut
Mahkamah Konstitusi berketetapan bahwa pencalonan kepala daerah dan wakil
kepala daerah secara perseorangan di luar Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam
haruslah diperkenankan/dibuka agar tidak terdapat dualisme pelaksanaan
ketentuan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945 karena dapat menimbulkan terlanggarnya hak
warga negara yang dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945.
Selain itu Mahkamah
Konstitusi (MK) menyatakan adanya beberapa pasal dalam UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang hanya memberi kesempatan kepada partai politik
atau gabungan partai politik dan menutup hak konstitusional calon perseorangan
dalam Pilkada bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam uraiannya, Mahkamah
Konstitusi menyampaikan pasal-pasal yang dinyatakan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat tersebut antara lain: Pasal 56 ayat (2) yang berbunyi, ”Pasangan
calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh partai politik atau
gabungan partai politik”; Pasal 59 ayat (1) sepanjang mengenai frasa “yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik”; Pasal 59 ayat (2)
sepanjang mengenai frasa ”sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”; Pasal 59 ayat
(3) sepanjang mengenai frasa “Partai politik atau gabungan partai politik
wajib”, frasa ”yang seluas-luasnya”, dan frasa “dan selanjutnya memproses bakal
calon dimaksud”.
C. Pertanggungjawaban
kepala daerah menurut UU no 22 tahun 1999 dan UU no 32 tahun 2004
Dari tinjauan organisasi dan menejemen, Kepala
Daerah merupakan figur atau manejer yang menentukan efektivitas pencapaian
tujuan organisasi pemerintahan daerah. Proses pemerintahan di daerah secara
sinergis di tentukan oleh sejauh mana efektivitas peran yang dimainkan oleh
Kepala Daerah. Dengan kata lain arah dan tujuan organisasi pemerintahan di
daerah ditentukan oleh kemampuan, kompetensi dan kapabilitas Kepala Daerah
dalam melaksanakan fungsi-fungsi administrasi atau menejerial, kepemimpinan, pembinaan,
dan pelayanan, serta tugas-tugas lain yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab
Kepala Daerah.
Dengan adanya pelaksanaan
Otonomi Daerah, peranan lain dari seorang Kepala Daerah yaitu diharapkan mampu
memahami perubahan yang terjadi secara cepat dan tepat dalam prespektif
nasioanl maupun internasional. Keberhasilan untuk menyesuaikan perubahan akan
sangat ditentukan oleh kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) sejauh mana
dapat mengembangkan visi dan misi. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Dearah
mempunyai peran juga dalam rangka pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan,
pemerataan kesejahteraan masyarakat, memelihara hubungan yang serasi antara pemerinta
pusat dan daerah serta antar daerah untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut diperlukan kepala daerah yang mampu mengembangkan
inovasi, berwawasan kedepan dan siap melakukan perubahan ke arah yang lebih
baik.
Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999, pertanggungjawaban
kepala daerah kepada DPRD merupakan kewajiban Pemerintah Daerah untuk
menjelaskan kinerja penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakat tetapi untuk
gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah harus melporkan
pertanggungjawabannya ke pusat juga. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 seorang
Kepala Dearah seseorang kepala daerah dapat memperbaiki laopran tersebut selam
30 hari, Sedangkan dalam uu no 32 tahun 2004 tidak pengaturan mengenai waktu
memperbaiki penolakan laporan pertanggungjawaban dari kepala daerah. Dan pada
UU nomor 22 tahun 1999 seorang Kepala Dearah dapat diusulkan untuk diberhentikan
oleh DPRD kepada Presiden, karena Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala
Daerah yang bersangkutan ditolak untuk kedua kalinya oleh DPRD.
Dalam UU no 32 tahun 2004 dan
pengaturan yang berada di bawah Undang-Undang lebih terperinci dalam mengenai bentuk”
laporan pertanggungjawaban yang antara lain :
a. Kepala
Daereah menyampaikan Lap. Pertanggungjawaban kepada DPRD mengenai :
o
Pengelolaan Keuangan Daerah
o
Kinerja Keuangan Daerah dari segi efesiensi
danefektifitas keuangan dalam pelaksanaan desentralisasi
b. DPRD
dalam sidang pleno terbuka menerima atau menolak dengan meminta untuk
menyempurnakan laporan pertanggungjawaban dimaksud.
c. Laporan
Pertanggung jawaban keuangan daerah merupakan dokumen daerah. (PP 105 Th 2000
No. 24)
d. Kepala
Daerah mempunyai kewajiban juga memberikan laporan keterangan pertanggung
jawaban kepada DPRD
e. Pelaksanaan
ketentuan dimaksud diatur dalam Peraturan Pemerintah (UU 32 Th 2004 No. 27 ayat
2)
f. Kepala
Daerah mempunyai kewajiban juga untuk membuat laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah kepada pemerintah dan laporan keterangan laporan
pertanggung jawaban kepada DPRD
g. Laporan
PPD disampaikan kepada Presiden (untuk
Pemprov) atau kepada Gubernur (untuk Pemkab/Kas) dalam setahun
h. Laporan
tersebut (LPPD & LKPJ) digunakan oleh pemerintah sebagai dasar untuk
melakukan evaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah dan sebagai pembinaan
lebih lanjut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
i.
Pelaksanaan ketentuan yang dimaksud diatur
dalam PP.
j.
Kepala Daerah menginformasikan LPPD kepada
masyarakat yang dimaksudkan dengan menginformasikan adalah dilakukan melalui
media massa yang tersedia di daerah dan
dapat diakses oleh publik sesuai peraturan perundangan. (UU 32/2004 No. 27
butir 2 sd 5)..
BAB
III
PENUTUP
Di dalam negara yang
menganut asas demokrasi kedudukan rakyat sangat penting, sebab di dalam negara
tersebut rakyatlah yang memegang kedaulatan yaitu kekuasaan yang mengatasi
warga negara dan anak buah, malahan di atas Undang- undang atau, dengan kata
lain kedaulatan adalah kekuasaan yang penuh dan langgeng kepunyaan suatu
republik.
Pendapat yang menyatakan
bahwa seharusnya masyarakat terlibat penuh dalam seluruh proses pengambilan
keputusan politik di daerah seolah menjadi pemicu bergulirnya wacana pemilihan
kepala daerah secara langsung (Pilkadasung) menyusul sukses pemilihan umum
2004, yang merupakan pemilihan umum yang oleh masyarakat internasional diakui
sebagai pemilihan paling rumit di dunia, di mana untuk pertama kalinya dalam
sejarah politik di Indonesia, Presiden dipilih secara langsung.
Tak pelak issue mengenai
pemilihan kepala daerah secara langsung yang lahir dengan Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 menjadi wacana penting dalam dinamika otonomi daerah. Karena
pemilihan kepala daerah secara langsung oleh sebagian kalangan yang optimistis
dipandang sebagai bagian penting untuk meningkatkan kualitas otonomi, terutama
dalam mendorong demokratisasi di daerah, meski tidak sedikit pula yang pesimis
bahkan skeptis.
Kedudukan dan peranan Kepala
Daerah dengan beragam penyebutan seperti Gubernur, Bupati, Walikota telah
menunjukan eksistensinya, baik sebagai pemimpin organisasi pemerintahan yang
mengayomi, melindungi dan melayani masyarakat, maupun dalam memimpin organisasi
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan, serta dalam menghadapi konflik,
gejolak dan permasalahan pemerintahan di Daerah, Kepala Daerah secara terus
menerus dihadapakan pada tuntutan dan tantangn baik secara internal maupun
eksternal, yang harus direspon dan diantisipasi sekaligus merupakan ujian
terhadap kapabilitas dan kompetensi seorang Kepala Daerah itu sendiri.
Dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dianggap
tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan
penyelenggaraan otonomi daerah mengakibatkan akan merubah pula bentuk
pertanggungjawaban yang dilakukan oleh Kepala Daerah. Sebagaimana diketahui
bahwa setiap pejabat publik yang dipilih maupun diangkat untuk kepentingan
publik serta menggunakan dana publik wajib mempertanggungjawabkan kegiatannya.
pertanggungjawaban tersebut pada dasarnya merupakan perwujudan dari KONTRAK
SOSIAL yang dibuatnya dengan pemilik kedaulatan (rakyat).
Bagi pejabat publik
yang dipilih, mekanisme pertanggungjawabannya akan mengikuti mekanisme
pemilihannya. Prinsip yang digunakan adalah Mereka Yang Dipilih
Bertanggungjawab Kepada Yang Memilih. Dengan demikian sesuai payung hukum
tentang Pemerintahan Daerah yaitu UU 32 tahun 2004 maka kepala daerah
memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah
Pusat (Pasal 27 ayat 2 & 3 UU 32/2004). Dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya, kepala daerah diawasi oleh DPRD serta memberikan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD. Sedangkan kepada masyarakat, kepala
daerah wajib memberikan laporan mengenai informasi laporan penyelenggaraan
pemerintahan daerah (Pasal 27 ayat 2 & 3 UU 32/2004).
DAFTAR
PUSTAKA
-Abdullah. Razali, 2005, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan
Kepala Daerah secara Langsung, Jakarta, RajaGrafindo Persada, Hlm. 37
- J.Kaloh, 2003, KEPALA DAERAH Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan
Perilaku Kepala Daerah, dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta, Gramedia
Pustaka Utama, Hlm. 4.
- Khudzaifah Dimyati, Pilkada Langsung : Sebuah Proses Penguatan Kesadaran Politik Masyarakat?,
Makalah dalam “Workshop” bagi anggota DPRD Ngawi yang disampaikan pada tanggal
22 s/d 23 Desember 2004
- peraturan Perundangan yang antar lain
ü Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
ü Peraturan
Pemerintah Nomor 151 Tahun 2000 tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah.
ü Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
ü Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
- http://id.wikipedia.org/wiki/Pemerintahan_daerah_di_Indonesia