Home

12.09.2011

Analisi Kasus Ariel


A.   Kasus Posisi
Awal Juni, tepatnya 3 Juni 2010, Ariel tersandung isu video porno mirip dirinya bersama Luna Maya yang saat ini menjadi kekasihnya, dan juga Cut Tari. Pada Selasa dini hari (22 Juni 2010) sekitar pukul 3 pagi Ariel mendatangi Mabes Polri, dan status Ariel ditetatapkan sebagai tersangka. Ariel terancam pasal berlapis karena secara sadar mendokumentasikan hubungan intim yang kemudian tersebar dan menjadi tindakan asusila, dengan hukuman minimal 6 tahun penjara.
Kabar selanjutnya menyebutkan bahwa pengacara Ariel, OC Kaligis menyatakan Ariel terjerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun, Pasal 282 tentang Kesusilaan dan Pasal 27 ayat (1), UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE)
Pemeriksaan terhadap kasus video porno dengan tersangka Ariel masih terus dilanjutkan, dengan penemuan bukti-bukti sah, yaitu video mirip Ariel, saksi ahli, juga 2 PC yang ada di base-camp Peterpan di Bandung, yang terdapat gambar-gambar yang mendukung. Setelah beberapa lama mendekam di Mabes Polri, pada 20 Oktober 2010, Ariel dipindahkan ke Rumah Tahanan Kebonwaru, Bandung. Di Rutan ini, Ariel ditahan di Blok B, disatukan dengan para tahanan lainnya.
Berkas Ariel telah dinyatakan lengkap alias P21 oleh Kejaksaan Agung. Berbeda dengan lawannya mainnya, Cut Tari yang dijerat dengan Undang-Undang Darurat 1951, Ariel disangkakan membantu menyebarkan video porno yang dimainkannya sendiri. Keputusan ini berdasarkan surat P-21 bernomor B 2165/E/II/EPP/X/2010 tertanggal 19 Oktober 2010 yang ditandatangani oleh direktur prapenuntutan pada JAM Pidum, I Ketut Pratana. Ariel dijerat dengan pasal 29 UU No 44/1978 tentang Pornografi jo pasal 56 Kedua KUHP, pasal 27 ayat 1 UU No 11/1978 tentang ITE jo pasal 56 kedua KUHP, dan pasal 282 ayat 1 KUHP jo pasal 35 UU No 44/1978 tentang Pornografi.
Pada Senin (22/11), Ariel resmi menjalani persidangan pertamanya. Sidang ini dilaksanakan secara tertutup dan didakwa melanggar Pasal 29 UU RI No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 56, denda minimal 6 bulan paling lama 12 tahun, dan atau denda Rp. 250 juta paling banyak dendanya Rp. 6 milyar. Selain itu, pasal subsider yang didakwakan kepada Ariel adalah Pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU RI No. 11 tahun 2008 ITE ancaman hukuman 6 tahun denda Rp. 1 milyar. Dari semua pasal ini, Ariel dituduh sengaja menyebarkan video porno, dan persidangan akan dilanjutkan satu minggu kemudian.

B.   Fakta Hukum
·         Pada awal bulan juni tepatnya tanggal 3 juni berdar 2 video porno yang dilakukan oleh ariel dengan luna maya dan ariel dengan cut tari di dunia maya.
·         Video porno ini diunggah ke dunia maya pertama kali dilakukan oleh reza rizaldy yang merupakan asisten atau musik editor. Dan merupakan editor yang yang sangat disukai oleh ariel sendiri.
·         Video porno ini diambil dari computer jinjing atau laptop yang di miliki oleh ariel peterpan sendiri. Padahal pada waktu itu ariel meminta reza rizaldy agar tidak mengutak-atik computer jinjing milik dia.
·         Pada akhir bulan juni cut tari mengakui bahwa orang yang ada dalam video porno tersebut merupakan dirinya.
·         Pemeriksaan terhadap kasus video porno dengan tersangka Ariel masih terus dilanjutkan, dengan penemuan bukti-bukti sah, yaitu video mirip Ariel, saksi ahli, juga 2 PC yang ada di base-camp Peterpan di Bandung, yang terdapat gambar-gambar yang mendukung
·         Ariel dijerat dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman penjara maksimal 12 tahun, Pasal 282 tentang Kesusilaan dan Pasal 27 ayat (1), UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE)
·         Ariel berpendapat bahwa video porno tersebut merupakan video pribadi dirinya sehingga dia tidak dapat dihukum.
·         Pada awal persidangan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaan sebagai berikut :
Bahwa pada waktu antara tanggal 20 Januari 2006 sampai bulan Juli tahun 2006 atau setidak-tidaknya pada waktu-waktu lain dalam tahun 2006, bertempat di Studio Musik Capung Jl. Antapani Bougenville Blok L No.2 Bandung dan di Jl. Tamborin No.12 RT.006/002 Kel. Turangga Kec. Lengkkong Bandung terdakwa dengan sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan kepada REZA RIZALDY Alias REJOY Alias JOY dan ANGGIT GAGAH PRATAMA telah memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit membuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, alat kelamin atau pornografi anak, dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentranmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Adapun pasal-pasal yang didakwakan adalah sebagai berikut:
ü  Pertama Pasal 29 Jo Pasal 4 ayat (1) UU RI No.44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
ü  Kedua Pasal 27 Jo Pasal 45 ayat (1) UU RI No.44 tahun 2008 tentang Pornografi Jo Pasal 56 ke-2 KUHP.
ü  Ketiga Pasal 282 ayat (1) KUHP Jo Pasal 56 ke-2 KUHP.

C.   Identifikasi Masalah
·         Apakah ariel peterpajn atau Nazriel Ilham telah melakukan tindak pidana yang terdapat dalam pasal 4 dan 27 undang-undang pornografi?
·         Apakah ariel peterpajn atau Nazriel Ilham telah melakukan tindak pidana yang terdapat dalam pasal Pasal 27 ayat 1 jo pasal 45 ayat 1 UU RI No. 11 tahun 2008 ITE ?

D.   Putusan
Majelis hakim menolak pembelaan Nazriel Irham alias Ariel Peterpan bahwa video asusila yang beredar di masyarakat dimaksudkan untuk kepentingan pribadi. Menurut hakim, alasan untuk dimiliki sendiri tidak memiliki dasar hukum yang kuat dan mengikat. Sebab, hal itu hanya diletakkan pada bagian penjelasan pasal undang-undang yang dipakai menjerat Ariel. Hakim berwenang menafsirkan lain sepanjang tidak bertentangan dengan aturan dalam batang tubuh.
Hal ini dikemukakan ketua majelis hakim, Singgih Budi Prakoso, saat membacakan pertimbangan putusan kasus video asusila Ariel di Pengadilan Negeri Bandung, Senin (31/1). Ariel divonis bersalah melanggar Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) UU No 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pada dakwaan pertama primer.
Pasal 4
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
·         persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
·         kekerasan seksual;
·         masturbasi atau onani;
·         ketelanjangan atau tampilan yang mengesanka ketelanjangan;
·         alat kelamin; atau
·         pornografi anak.
Pasal 29
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Sebenarnya, bagian penjelasan pasal 4 ayat (1) ini mengecualikan pembuatan video pornografi untuk kepentingan diri sendiri. Namun, menurut majelis, aturan ini mempersempit aturan dalam batang tubuh. “Padahal, penjelasan tidak boleh mempersempit, mengecualikan, atau meniadakan makna pasal,” tandas Singgih.
Pertimbangan majelis ini menguatkan keterangan ahli Chaerul Huda, pengajar hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, dalam sidang pembuktian. Menurut Chaerul, video asusila tersebut termasuk kategori gambar yang memperlihatkan perzinahan. “Ada aktivitas seksual sesuai KUHP dan UU Pornografi,” katanya dalam keterangan sebagaimana dimuat dalam putusan majelis.
Chaerul mempertegas, alasan untuk kepentingan sendiri atau koleksi pribadi video asusila harus ditolak. “Pembuatan video ini dapat dipandang sebagai membuat pornografi sesuai pasal 29 UU Pornografi. Dalam undang-undang itu, tidak disyaratkan adanya motivasi tertentu. Jadi, dengan alasan apapun, pembuatan video itu sudah masuk dalam pengertian pasal tersebut dan dapat dipidana,” katanya.

E.   Analisis Kasus
Menurut aliran Hukum Murni (Reine Rechtlehre) Hans Kelsen, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu :
·         Hukum harus dibersihkan dari anasir-anasir yang nonyuridis, seperti unsur sosiologis, politis, historis, bahkan etis.
·         Yang dipersoalkan oleh hukum bukanlah “bagaimana hukum itu seharusnya (what the law ought to be) tetapi “apa hukumnya” (what the law is).
·         Yang dipakai adalah hukum positif (ius constitutum) bukan yang dicita-citakan (ius constituendum).
Bunyi pasal 282 ayat 1 KUHP
“Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukan atau di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkan dari negeri, atau  mempunyai dalam persediaan atau barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukannya.”
Undang-Undang tentang Pornografi (UU No. 44 tahun 2008) Pasal 4
(1) Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:
§  persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;
§  kekerasan seksual;
§  masturbasi atau onani;
§  ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
§  alat kelamin; atau
§  pornografi anak
Pasal 9
”Setiap orang dilarang menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.”
Undang-Undang ITE juga dipersiapkan untuk menjerat Ariel. Pasal yang dipakai adalah Pasal 27 (1).
Pasal ini berbunyi:
”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau menstransmisikan  dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau  dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaaan.
Sedangkan materi dalam UU pornografi berkait dengan : dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit....  Juga sama saja tidak bisa menjerat Ariel dengan telak kecuali dipaksakan pada item :menyebar luaskan yang disamakan pembuktiannya dengan membuat  atau merekam video yang secara implisit mengandung niat untuk menyebar luaskan. Hanya saja dalam ajaran hukum murni tidak mengenal pembuktian implisit, bahkan dalam hal ini bisa dibalik bahwa ariel dkk adalah korban dari penyebaran video porno.  UU ini masih belum mampu untuk menjerat pelaku video porno.
Semua pasal di atas sulit dipakai  untuk menjerat Ariel. Alasan paling utama, polisi tidak punya bukti telak, Ariel menyebarkan video itu. Kosa kata ”mempertunjukkan di muka umum” bisa diperdebatkan. Kendati demikian, memang pasal 282 KUHP yang cukup punya peluang (atau tepatnya bisa ”dipaksakan”) menjerat Ariel. Hanya hukumannya memang tidak setinggi Undang-Undang Pornografi. Maksimal ”hanya” satu setengah tahun penjara.
Undang-Undang tentang Pornografi sulit dipakai untuk menjerat Ariel. Sulit membuktikan video itu  dibuat  untuk kepentingan orang lain, apalagi kepentingan komersil.   Jika pihak Ariel bisa membuktikan video itu dibuat sebelum tahun 2008, artinya, sebelum UU Pornografi dibuat, maka, polisi tak bisa memakai  undang-undang ini untuk menjerat Ariel.
Yang paling telak sebenarnya bisa digunakan Pasal perzinahan. Di sini unsur terpenting adalah adanya  orang yang mengadukan perbuatan Ariel. Dalam delik perzinahan, suami atau istri pihak utama yang bisa melaporkan kasus itu ke polisi. Persoalannya di sini, suami Cut Tari, setidaknya, sampai detik ini, tak berminat mengadukan kasus ini ke polisi. 
Hukum merupakan institusi sosial yang secara khusus dijadikan sarana untuk mewujudkan keadilan. Hukum sebagai institusi karena memenuhi persyaratan yang diajukan, yaitu hukum memiliki stabilitas, yang artinya hukum memberikan keteraturan dan usaha untuk mendapatkan keadilan dalam masyarakat. Hukum memberikan suatu kerangka sosial, yakni dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan keadilan, yang kemudian ditampilkan dalam bentuk norma hukum. Dalam mencapai kebutuhan tersebut, hukum berinteraksi dengan institusi-institusi sosial yang lain dalam masyarakat yang bersangkutan. Hukum sebagai institusi sosial secara umum bertujuan untuk menyelenggarakan keadilan dalam masyarakat, yang mana penyelenggaraan tersebut berkaitan erat dengan tingkat kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk melaksanakannya. Hal ini berarti bahwa institusi hukum berhubungan dengan perkembangan masyarakat tempat hidupnya. Lembaga sosial, dimana hukum juga termasuk sebagai lembaga sosial, perlu pelembagaan agar kaidah-kaidah hukum mudah dimengerti, ditaati, dihargai, terutama dalam proses kehidupan sehari-hari yang pada gilirannya masyarakat akan menjiwainya (internalized). Pelembagaan ini bertujuan agar fungsi sosial hukum (sebagai institusi sosial) dapat tercapai dan dapat digunakan sebagai sarana.
Dalam konteks sosio-kultural, meskipun Ariel bukan penyebar video, ia dapat dihukum dengan menggunakan UU pornografi, karena dianggap telah menjadi pelaku penyebaran pornografi, dalam kerangka menjadi sebab utama adanya peristiwa itu, meskipun UU itu menyatakan tidak berlaku surut. Hal yang perlu diperhatikan bahwa terjadinya pornografi adalah bukan pada saat terjadi pezinahan, tetapi pada saat terjadinya penyebaran perzinahan tersebut, yaitu pada bulan Juni 2010. Cara berpikir ini adalah cara berpikir sosio kultural yang meletakkan hakekat peristiwa pada akibat yang ditimbulkannya, bukan pada kejadiannya. Sesuai dengan pendapat Emile Durkheim mengemukakan bahwa fakta sosial dapat dijelaskan dengan mempelajari fungsinya, menurutnya mencari fungsi suatu fakta sosial berarti “… determine whether there is a correspondence between the fact under consideration and the general needs of the social organism …” Contoh yang diberikan Durkheim adalah hukuman yang berfungsi untuk tetap memelihara intensitas sentimen kolektif yang ditimbulkan oleh kejahatan. Tanpa suatu hukuman maka sentimen kolektif akan segera lenyap. Hukum secara sosio kultural berfungsi menentukan apakah ada hubungan antara peristiwa  tersebut dengan kepentingan masyarakat. Kasus Ariel mempunyai akibat sosial yang sangat luas, hal itu bisa dibuktikan dengan pemberitaan media masa mengenai berkembangnya kasus tersebut menjadi perusak Moral remaja dan anak-anak, ribuan keping video telah terjual, kemudian beredarnya video tersbut pada telepon genggam para pelajar. Bagi masyarakat bukti tersebut merupakan hal yang cukup untuk melakukan tindakan hukum, yaitu mengadili pelakunya melalui peradilan yang memperhatikan fakta sosial sebagai sumber hukum, tidak hanya memperhatikan bunyi pasal Undang-undang. Sebagaimana dikatakan oleh Hart bahwa Hukum paling baik dipahami sebagai cabang moralitas atau keadilan, dan bahwa yang menjadi esensinya adalah kesejalanan dengan prinsip moral dan keadilan , bukan wujudnya yang mencakup perintah dan ancaman. Dalam pemikiran ini dapat dipahami bahwa pelanggaran terhadap prinsip moral dan keadilan masyarakat merupakan pelanggaran yang serius yang seharusnya ditampung oleh hukum. Dengan memperhatikan hal ini, para penegak hukum dapat menjerat Ariel dengan mnggunakan Undang-undang yang ada.
Hal tersebut juga berkaitan dengan pemaknaan dan pemahaman (verstehen) apakah tindakan Ariel merupakan tindakan sosial ataukah tindakan individual. Menurut Max weber pemahaman terhadap tindakan sosial dilakukan dengan meneliti makna subyektif yang diberikan individu terhadap tindakannya, karena manusia bertindak atas dasar makna yang diberikannya pada tindakan tersebut. Dalam kenyataannya, terhadap penyerahan diri Ariel kepada polisi,  kemudian pengakuan dan permohonan maaf  Cut Tari kepada publik, secara implisit bisa dimaknai bahwa mereka telah melakukan tindakan yang asosial, tindakan merusak tatanan masyarakat. Tindakan ini adalah makna subyektif yang dimaksudkan Max Weber dimana pemaknaan merubah tindakan individu menjadi tindakan sosial. Dengan demikian mau tidak mau hukum harus memperhatikan kasus ini sebagai kasus sosio kultural, yang berhubungan dengan pelanggaran terhadap nilai-nilai sosio kultural masyarakat Indonesia.
Teori di atas cukup untuk menjadi alasan Hakim dalam memutuskan hukum terhadap kasus tersebut, dengan mengambil pasal dari Undang-undang pornografi. Pasal 4 (1) yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi. Pasal ini dapat dipahami dengan penjelasan teori sosio-kultural, sehingga yang dimaksud dengan deretan kegiatan yang telah disebutkan dalam pasal itu pada dasarnya adalah kegiatan berurutan, dari memproduksi sampai dengan menyebarluaskan dan menyediakan pornografi. Suatu hal yang jelas dapat dipikirkan secara logis bahwa kegiatan memproduksi memang berbeda dengan kegiatan menyebarluaskan apabila dilakukan dalam konteks manajemen, akan tetapi dalam kasus ini tidak terkait dengan masalah menejerial, dimana  kedua hal tersebut menjadi satu perbuatan yang sama karena fungsinya. Dalam logika hubungan fungsional, kegiatan produksi/ merekam peristiwa juga berfungsi dan menjadi penyebab untuk menyebar luaskan video,  karena secara fungsional tidak akan ada penyebarluasan apabila tidak ada perekaman atau produksi video. Dalam hal ini polisi hanya membuktikan hubungan fungsional antara produksi dengan penyebaranya, melalui pembuktian sebab dan akibat secara sosial budaya.  Apabila dapat dibuktikan hubungan fungsional ini maka ketentuan tidak berlaku surut pada Undang-undang pornografi, tidak akan menghalangi hukum untuk menjerat Ariel, karena dengan adanya pembuktian tersebut, waktu terjadinya peristiwa hukum adalah pada bulan Juni 2010, bukan pada tahun 2006 saat terjadi perzinahan antara mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar