A. Pembuktian dalam Peradilan Tata Usaha Negara
Dalam suatu proses
peradilan, pembuktian merupakan hal yang penting dalam menentukan keberhasilan
pihah-pihak yang berperkara. Menang atau kalahnya para pihak yang berperkara
ditentukan dalam tahap pembuktian karena pembuktian merupakan landasan bagi
para hakim dalam menentukan memutuskan suatu perkara. Dengan demikian tujuan
pembuktian adalah untuk memperoleh putusan hakim yang didasarkan atas pembuktian
tersebut. Atau dengan kata lain tujuan dari pembuktian adalah mencari atau
menemukan kebenaran suatu peristiwa yang digunakan sebagai dasar putusan hakim
yang mrmpunyai akibat hukum[1].
A. Jenis-jenis
Alat Bukti
Dalam Peradilan Tata
Usaha Negara di kenal 5 macam alat bukti, yaitu :
1. Surat
atau tulisan
2. Keterangan
ahli
3. Keterangan
saksi
4. Pengakuan
para pihak
5. Pengetahuan
hakim
1) Surat atau tulisan
Menurut Dr. Sudikno
Mertokusumo, SH, berpendapat bahwa alat bukti surat atau tulisan adalah :
“segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk
mencurahkan isi hati atau menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan
sebagai pembuktian”.
Alat bukti tulisan
adalah segala sesuatu yang memuata tanda-tanda bacaan yang bisa dimengeti atu
ayng mengandung pikiran tertentu. Surat sebagai alat bukti terdiri atas tiga
jenis yaitu
a.
Akta otentik yaitu surat yang dibuat
oleh atau dihadapan seorang pejabat umum, yang menurut peraturan
perundang-undangan berwenang membuat surat ini dengan maksud untuk dipergunakan
sebagai alat bukti tentang peristiwa hukum yang tercantum di dalamnya
b.
Akta dibawah tangan yaitu surat yang
dibuat dan ditanda tangani oleh pihak-pihak yang bersangkutan dengan maksud
untuk dapat dijadikan sebagai alat bukti tentang peristiwa atau peristiwa hukum
yang tercantum di dalamnya
c.
Surat-surat lain yang bukan akta[2]
Akta
otentik ada dua macam, yaitu :
a.
Akta yang dibuat oleh pejabat (Ambtelijk Akten)
b.
Akta yang dibuat dihadapan pejabat (Partij Akten)
Aspek
/ unsur Ambtelijk Akten dan Partij Akten
a. Inisiatif
dari Pejabat yang bersangkutan karena jabatannya.Para pihak karena
kepentingannya
b. Isi
akta:ditentukan oleh pejabat yang bersangkutan ber-dasarkan UU,ditentukan oleh
para pihak
c. Ditanda
tangani oleh Pejabat itu sendiri tanpa pihak lain.Para pihak dan pejabat yang
bersangkutan serta saksi-saksi
d. Kekuatan
bukti tidak dapat digugat kecuali dinyatakan palsu. Dapat digugat dengan
pembuktian sebaliknya
2. Keterangan
Saksi
Keterangan
saksi dianggap sebagai alat bukti apabila keterngan itu berkenaan dengan hal
yang dialami, dilihat, ata didengar oleh saksi sendiri[3].
Setiap
orang pada prinsipnya wajib untuk memberikan kesaksian apabila dibutuhkan oleh
pengadilan, tetapi tidak semua orang dapat menjadi saksi. Ada beberapa saksi
yang dilarang atau tidak diperbolehkan di dengar keterangannya sebagai saksi
sebagaimana di atur dalam pasal 88 UPTUN sebagai berikut :
a.
Keluarga sedarah atau semenda menurut
garus keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ke dua dari salah
satu pihak yang bersengketa
b.
Istri atau suami salah satu pihak yang
bersangkutan meskipun sudah bercerai
c.
Anak yang belum berusia tujuh belas
tahun
d.
Orang sakit ingatan
Ada
beberapa orang yang meskipun berhak menjadi saksi tetapi berhak pula
mengundurkan diri sebagai saksi (pasal 89 UPTUN), yaitu :
a.
Saudara laki-laki dan perempuan, ipar
laki-laki dan perempuan salah satu pihak
b.
Setiap orang yang karena martabat,
pekerjaan atau jabatannya diwajibkan merahasiakan segala sesuatu yang
berhubungan dengan hal itu.
3.
Keterangan Ahli
Keterangan
ahli adalah pendapat orang yang diberikan dibawah sumpah dalam persidangan
tentang hal yang diketahui menurut pengalamnnay dan pengetahuannya[4].
Kehadiran
seorang ahli di persidangan adalah atas permintaan kedua belah pihak atau salah
satu pihak atau karena jabatannya. Hakim ketua sidang dapat menunjuk seseorang
atau beberapa orang ahli untuk memberikan keterangan baik dengan surat maupun
tulisan, yang dikuatkan dengan sumpah atau janji menurut kebenaran sepanjang
pengetahuan dan pengalamannya[5].
Keterangan ahli diperlukan untuk menambah keyakinan hakim mengenai suatu
persoalan di bidang tertentu, yang memang hanya bisa dijelaskan oleh ahli di
bidang yang bersangkutan, umpamanya ahli di bidang perbankan, ahli di bidang
komputer, ahl balistik dan lain-lain.
Dalam
hal ini keterangan juru taksir dapat digolongkan sebagai keterangan ahli.
Tetapi mereka yang tidak dapat didengar sebagai saksi[6] dalam
perkara itu, juga tidak dapat diangkat sebagai ahli
Sehubungan
dengan uraian di atas, terdapat perbedaan antara keterangan saksi dengan
keterangan ahli. Perbedaan itu diantaranya,[13] adalah :
Keterangan
saksi
a.
Seorang (beberapa) saksi di panggil
kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan tentang hal-hal yang ia lihat,
di dengar, atau dialami sendiri
b.
Keterangan saksi harus lisan, bila
tertulis maka jadi alat bukti tertulis
c.
Kedudukan saksi tidak boleh diganti
dengan saksi lain kecuali sama-sama melihat, mendengar dan menyaksikan peritiwa
itu
Keterangan
ahli
a.
Seorang (beberapa) saksi ahli dipanggil
kemuka pengadilan untuk mengemukakan keterangan berdasarkan keahliannya
terhadap suatu peristiwa
b.
Keterangan saksi atau ahli bisa secara
lisan ataupun tertulis
c.
Kedudukan seorang ahli dapat diganti
dengan ahli yang lain yang sesuai dengan keahliannya.
4. Pengakuan
para pihak
Pengakuan
adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, dimana ia
mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang
dikemukakan oleh pihak lawan.
pengakuan
para pihak tidak dapat ditarik kembali, kecuali berdasarkan alasan yang kuat
dan dapat diterima oleh hakim[7].
5. Pengetahuan
Hakim
Pengetahuan Hakim Adalah hal yang olehnya diketahui
dan dityakini kebenarannya[8].
Melihat pada pengertian ini maka pengetahuan hakim
dapat juga diartikan sebagai apa yang dilihat, didengar dan disaksikan oleh
hakim dalam persidangan. Misalnya : sikap, perilaku, emosional dan tindakan
para pihak dalam memutus perkara. Tetapi pengetahuan hakim mengenai para pihak
yang diperoleh di luar persidangan tidak dapat dijadikan bukti dalam memutus perkara.
Masalah keyakinan Hakim tidak dijelaskan didalam
Undang-Undang Peratun, namun menurut Dudu Duswara Machmudin[9].
secara teoritis ada beberapa teori sistem pembuktian yang digunakan untuk
membuktikan antara lain : teori sistem pembuktian berdasarkan atas
undang-undang secara positif, teori sistem pembuktian berdasarkan keyakinan
Hakim semata, teori sistem pembuktian berdasarkan keyakinan Hakim atas alasan
yang logis dan teori sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif
B.
Peranan
Saksi dan Keterangan Ahli Dalam Putusan Hakim
Sebagaimana diketahui
bahwa dalam proses pembuktian peradilan tata usaha negara sangat dipengaruhi
oleh surat gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat dalam melakukan
gugatannya. Dalam pembuktian persidangan penggugat mempergunakan alat-alat
bukti tersebut dalam gugatannya.
Keterangan saksi dan keterangan ahli merupakan
salah satu alat bukti yang panting dalam pembuktian perkara pada tahap sidang
pengadilan. Hakim melakukan pemeriksaan terhadap saksi dan keterangan ahli pada
saat persidangan. Keterangan Saksi dan keterangan ahli pada pemeriksaan di
persidangan merupakan pedoman bagi hakim dalam melakukan putusannya. Akan
tetapi Keterangan seorang saksi ataupun keterangan ahli saja tidak cukup untuk
menyakinkan hakim dalam memutuskan perakaranya tersebut. Karena bisa saja
keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lainnya atau pun
keterangan ahli yang satu dengan keterangan ahli lainnya saling berbeda
pandangan.
Dalam peradilan tata
usaha alat bukti selain keterangan saksi dan keterangan ahli ada
Dalam penjelasan umum
UU Nomor 5 Tahun 1986 angka 5 disebutkan bahwa : “….. undang-undang ini
mengarah pada ajaran pembuktian bebas”. Dengan arahan demikian secara simplitik
akan mudah dikatakan bahwa, ketetntuan hukum acara peradilan tata usaha negara
menurut UU PERATUN hanya bertumpu pada asas pembuktian bebas. Pada pasal 107 UU
peratun mengariskan bahwa
Hakim menentukan apa
yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta penilaian pembuktian, dan untuk
sahnya pembuktian diperlukan sekurang-kurangnya dua alat bukti berdasarkan
keyakinan Hakim
Jadi dalam pembuktian
[1] Sudikno mertokusumo, hukum acara perdata
Indonesia, liberty, Yogyakarta, 1998, hal 165.
[2]
Lihat pasal 101 Undang_undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
[3]
Ibid pasal 104
[4]
Ibid Pasal 102 ayat 2
[5]
Ibid pasal 103
[6]
Ibid pasal 88
[7] Ibid
pasal 105
[8]
Ibid pasal 106
[9]
Dudu Duswara, Peranan Keyakinan Hakim Dalam Memutus Suatu Perkara Di
Pengadilan, Majalah Hukum Varia Peradilan, Oktober 2006, hlm 59 diambil dari
tesis TRI CAHYA INDRA PERMANA, SH, tentang PENGUJIAN KEPUTUSAN DISKRESI OLEH PENGADILAN
TATA USAHA NEGARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar